Utusan ASEAN Dipastikan Gagal Jumpa Aung San Suu Kyi Setelah Junta Lakukan Ini
Junta militer Myanmar mengeklaim, mereka tak menghalangi utusan khusus ASEAN, Erywan Yusof, menemui Aung San Suu Kyi. Namun, mereka tetap tidak akan mengizinkan Erywan bertemu Suu Kyi karena saat ini ketua partai National League for Democracy (NLD) itu sedang menghadapi dakwaan pidana.
Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Pemerintah Myanmar, Zaw Min Tun, pada Rabu (13/10/2021). Ia juga mengkritik PBB yang menunda menyerima nominasi duta besar Myanmar untuk PBB. Menurutnya, penundaan itu menunjukkan PBB memiliki motif politis.
Baca Juga: Presiden Terguling Myanmar Ungkap Detik-detik Awal Kudeta, Pilih Mati daripada...
Menurut Zaw Min Tun, PBB, negara-negara lain, dan lembaga internasional “Seharusnya menghindari penerapan standar ganda saat mereka menangani urusan internasional.”
Tekanan internasional kian menguat terhadap Myanmar agar mereka segera menerapkan kesepakatan lima poin. Kesepakatan itu disetujui pemimpin junta, Jenderal Min Aung Hlaing, dengan ASEAN pada April lalu.
Lima poin tersebut fokus mendorong dialog seluruh pihak dalam Myanmar, akses kemanusiaan, dan diakhirinya tindakan kekerasan junta.
Pekan lalu, Erywan menyebut sikap junta Myanmar tak kunjung menerapkan kesepakatan lima poin sebagai kemunduran. Sejumlah anggota ASEAN, katanya, bahkan mempertimbangkan agar tidak mengundang sang jenderal untuk mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang akan digelar 26-28 Oktober.
PBB, Amerika Serikat, dan sejumlah negara lain mendukung ASEAN untuk mengupayakan penyelesaian diplomatik untuk mengurai kekalutan politik Myanmar. Tekanan itu kemudian makin menguat, bahkan menyerukan ASEAN untuk mengambil langkah lebih tegas.
ASEAN dikenal dengan prinsip “non-interference”, yaitu sikap tidak mencampuri urusan dalam negeri anggotanya. Jika KTT ASEAN tidak mengundang junta Myanmar, maka ini menjadi langkah besar bagi ASEAN.
Sementara itu para menteri luar negeri anggota ASEAN dijadwalkan bertemu pada Jumat (15/10). Brunei Darussalam akan menjadi tuan rumah pertemuan menteri yang digelar virtual.Pertemuan ini digelar untuk mempersiapkan KTT ASEAN.
Myanmar mengalami gejolak politik sejak Min Aung Hlaing menggulingkan pemerintahan yang baru terpilih pada 1 Februari lalu. Militer menangkap dan menahan Suu Kyi dan presiden Myanmar saat itu, Win Myint.
Kudeta itu mengakhiri usaha negara itu menuju demokrasi dan memicu unjuk rasa dan gerakan massa. Militer berdalih, pemilihan umum yang digelar November 2020 diwarnai kecurangan. Sementara hasil pemilu menunjukkan, kemenangan berada di tangan NLD.
Massa di kota-kota besar Myanmar menggelar unjuk rasa untuk menentang kudeta. Militer menumpas aksi tersebut dan tak segan menggunakan kekerasan.
Ribuan orang ditahan atau didakwa dan dihukum. Laman resmi lembaga advokasi Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) melaporkan, pada 14 Oktober tercatat 1.171 orang meninggal dunia terkait tindakan keras junta.
Dipaksa mundur
Mantan presiden Win Myint memberikan kesaksian di pengadilan, Selasa (12/10/2021). Kesaksian Win Myint ini adalah pernyataan terbuka pertama kali sejak ia digulingkan, meski disampaikan melalui pengacaranya. Saat ini, ia dan Suu Kyi menghadapi sejumlah dakwaan, termasuk penghasutan dan korupsi.
Menurut pengacaranya, dalam sidang itu Win Myint mengatakan, junta militer mencoba memaksanya menyerahkan kekuasaan, beberapa jam sebelum junta melakukan kudeta 1 Februari. Win Myint diminta mundur dengan alasan kesehatan.
“Sang presiden menolak permintaan itu, ia mengatakan dirinya sehat,” kata Khin Maung Zhaw, pengacara Win Myint.
“Para petinggi (militer) memperingatkan, jika ia menolak maka ia akan menghadapi kesulitan. Namun, sang presiden mengatakan, ia lebih baik mati daripada menyerah,” kata Khin Maung Zhaw.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: