Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dewan Pers Optimis MK Tolak Judical Review UU 40 Tahun 1999 Tentang Pers

Dewan Pers Optimis MK Tolak Judical Review UU 40 Tahun 1999 Tentang Pers Kredit Foto: Humas PWI Pusat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dewan Pers berharap Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judical review atau uji materi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Permohonan judicial review UU PERS 40/1999 ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021. Mereka mengatasnamakan anggota Dewan Pers Indonesia.

Baca Juga: Hari Pers Nasional 2022: PWI Dukung Agenda Green dan Mitigasi Iklim

Adapun pasal-pasal dalam UU PERS 40/1999 yang diuji-materikan ialah pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (3).

Pasal 15 ayat (2) huruf f berbunyi: "Dewan Pers melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut: Dalam huruf f menyebut Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan." Sementara, Pasal 15 ayat (3) menyebut Keanggotaan Dewan Pers sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Permohonan Judicial Review UU PERS 40/1999 ini diajukan/dimohonkan oleh Heintje Grontson Mandagie, Hans M. Kawengian, dan Soegiharto Santoso selaku Para Pemohon melalui kuasanya pada Kantor Hukum Mustika Raja Law pada 12 Agustus 2021.

Adapun permohonan Para Pemohon dalam Petitumnya meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan bahwa Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers 40/1999 bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tiga orang pemohon dalam petitumnya beralasan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh mengatakan, pemerintah selaku salah satu Termohon melalui keterangan resminya pada persidangan 11 Oktober 2021 di MK, yang dibacakan oleh Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Usman Kansong, dengan komitmen yang kuat dan tegas, mengakui keberadaan Dewan Pers yang lahir melalui mandat dan amanat UU Pers 40/1999 hingga saat ini.

Persidangan itu turut dihadiri Dewan Pers selaku Pihak Terkait, dan para perwakilan konstituen Dewan Pers. "Pemerintah menyebut Para Pemohon dalam hal ini tidak dalam posisi dirugikan, dikurangi, atau setidak-tidaknya dihalang-halangi hak konstitusionalnya dengan keberlakuan ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) UU Pers," kata M. Nuh, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (17/10/2021).

Selain itu, masih kata M. Nuh, pemerintah juga menyebut Para Pemohon tidak memiliki kerugian atas hak konstitusional berdasarkan UUD NRI 1945. Dalil Para Pemohon dalam permohonan judicial review tidak jelas (obscuur libel).

Berkenaan implementasi Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers 40/1999, M. Nuh mengatakan, hal tersebut lebih kepada konsensus di antara organisasi-organisasi pers agar terciptanya suatu peraturan-peraturan bidang pers yang kohesif yang dapat memayungi seluruh insan pers.

"Sehingga tidak terdapat peraturan-peraturan organisasi pers yang bersifat terpisah, sporadis, dan bahkan justru bertentangan antara satu dengan yang lainnya, yang akan menyebabkan ketidakpastian hukum dalam penyelenggaraan kemerdekaan pers dan menghambat terciptanya peningkatan kehidupan pers nasional yang sehat," terang M. Nuh.

Pemerintah juga menyebut dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers 40/1999 telah jelas memberikan nomenklatur "Dewan Pers" dan tidak ada nomenklatur-nomenklatur lainnya dalam Pasal 15 UU Pers. Dengan begitu, apabila Para Pemohon mendalilkan "organisasinya" bernama "Dewan Pers Indonesia", itu bukanlah nomenklatur dan entitas yang dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.

"Berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers Indonesia tidak memerlukan penetapan dari Presiden dalam bentuk Keputusan Presiden, dan tidak ditanggapinya permohonan penetapan Anggota Dewan Pers Indonesia oleh Presiden bukanlah suatu perlakuan diskiriminatif yang melanggar Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI 1945 melainkan suatu tindakan yang telah sesuai hukum yang berlaku," papar M. Nuh.

Dengan demikian, organisasi dan/atau forum yang menamakan dirinya Dewan Pers Indonesia bukanlah Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UU Pers 40/1999.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: