Kegiatan hilirisasi sawit telah berkembang dan menghasilkan berbagai jenis produk turunan yang bernilai tinggi. Kolaborasi antara empat lembaga yakni Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Musim Mas, dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menghasilkan inovasi baru yaitu Batik Sawit Nusantara.
Peluncuran Batik Sawit Nusantara berlangsung secara virtual pada Senin (18 Oktober 2021). Salah satu keunggulan batik sawit nusantara yakni mengurangi ketergantungan penggunaan malam (lilin) berbahan paraffin dari minyak bumi. Lilin atau malam dari turunan sawit ini dinamakan Bio-Paraffin Substitute (Bio-Pas).
Baca Juga: Manfaat Lingkungan Kelapa Sawit bagi Kalimantan Tengah
Batik Sawit Nusantara memiliki dua motif, yaitu Batik Ciptadira dan Batik Panca Jagat. Ciptadira diadaptasi dari bahasa Sansekerta melambangkan gabungan kreasi dan makna kebijakan. Kata “dira” sendiri juga merupakan singkatan dari Indonesia Raya. Nama Ciptadira menjadi simbol harapan sebuah kebijaksanaan dalam menjaga kepercayaan dan kemuliaan yang diamanatkan pada para pemimpin.
Sedangkan Panca Jagat melambangkan empat elemen dasar alam (api, udara, tanah, dan air) dengan satu ruang dimensi alam semesta yang merupakan unsur-unsur kehidupan. Dalam motif ini tampak gambar Kujang dan tanduk rusa, sebagai simbol bahwa ide sarat makna ini berawal dari Bogor, kota pertama tempat kelapa sawit ditanam di Indonesia.
Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurrachman, menjelaskan bahwa malam batik berbasis sawit ini akan semakin meningkatkan permintaan dalam negeri terhadap produk turunan sawit untuk industri kreatif batik dan menggantikan produk malam batik yang berbasis paraffin yang pemenuhan kebutuhannya sebagian masih diperoleh dengan impor.
“Karya-karya kolaborasi itu sudah diserahkan kepada Presiden, Wakil Presiden beserta para menteri dan pejabat negara. Batik Ciptadira diserahkan kepada Presiden Jokowi, sedangkan Panca Jagat diserahkan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Diharapkan akan tercipta kesadaran manfaat kelapa sawit dan membangun citra pemanfaatan produk kelapa sawit,” kata Eddy dalam pidato yang dibacakan Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari.
Sementara itu, Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono mengatakan, “fenomena Batik Sawit Nusantara ini menjadi luar biasa. Karya ini membuktikan bahwa kita tidak saja bangga dan cinta kepada batik, tapi juga berusaha untuk mengembangkan batik dan menjadikan batik ini berkelanjutan”.
Perekayasa Ahli Utama, Indra Budi Susetyo menjelaskan, minyak sawit sebagai sumber bahan baku Bio-Pas merupakan produk yang terbarukan serta produksinya mampu mencapai lebih dari 50 juta ton per tahun. Minyak sawit sendiri memiliki fraksi padat stearin, biasanya dipisahkan dalam industri refinery – fraksinasi, yang berpotensi digunakan sebagai bahan baku Bio-Pas, sebagai salah satu inovasi teknologi substitusi impor parafin berbahan minyak bumi.
Pemanfaatan Bio-Pas oleh industri batik nasional diperkirakan dapat meningkatkan serapan minyak sawit di dalam negeri sekitar 40.000 ton per tahun.
Perwakilan Musim Mas Grup, Togar Sitanggang mengatakan, ide awal perancangan Batik Sawit Nusantara ini dilandasi pemikiran bahwa upaya memperkenalkan manfaat kelapa sawit tidak cukup melalui kegiatan sosialisasi. Perlu upaya yang lebih nyata agar kontribusi positif industri ini lebih dirasakan masyarakat luas.
Dalam konteks hilirisasi produk misalnya, bagaimana kelapa sawit dapat mendorong industri lain. Dari diskusi dan kajian yang dilakukan, digagaslah ide membuat batik yang bahannya berasal dari produk turunan kelapa sawit.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: