Pemerintah merespons dorongan agar perawatan pasien yang mengalami long Covid-19 ditanggung negara. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kini masih menggodok skema pembiayaan bagi penyintas dengan sindrom long Covid-19 agar bisa ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
“Masih dibahas bersama dengan BPJS dan organisasi profesi,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi, Rabu (20/10).
Hingga saat ini, perawatan bagi penyintas yang mengalami long Covid-19 belum dijamin oleh BPJS. Padahal, long Covid-19 yang sering dialami penyintas sudah masuk dalam buku pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
WHO telah melakukan pengumpulan pendapat para pakar dari berbagai negara dalam bentuk Konsensus Delphi untuk membuat definisi keadaan ini, dan telah dipublikasi pada 6 Oktober 2021. Dalam publikasi WHO 6 Oktober 2021 ini ada lima pengertian tentang long Covid-19, yang dalam publikasi ini disebut sebagai ‘Post Covid-19’.
Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan mengatakan, PDPI sedang mempersiapkan protokolnya sebagai syarat untuk diakui oleh Kemenkes agar penyintas yang mengalami long Covid-19 bisa segera ditanggung BPJS. Adapun penyusunan protokol meliputi varian obat dan metode perawatan bagi pasien long Covid-19.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Muttaqien, mengatakan, skema pembayaran untuk pasien long Covid-19 baru sedang dikaji oleh berbagai pemangku kepentingan. “Baru sedang dikaji, terkait Covid-19 jika masuk manfaat JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) di masa endemi,” kata dia.
Koordinator Pengelola Rujukan dan Pemantauan RS Kemenkes Yout Savithri menjelaskan, long Covid-19 merupakan fenomena baru. Sehingga, Kemenkes harus menyesuaikan kondisi klinis pasien long Covid-19, apakah bisa diklaim dengan pembiayaan berdasarkan tarif INA-CBGs (Indonesia Case Base Groups) yang merupakan model pembayaran yang digunakan BPJS Kesehatan untuk mengganti klaim yang ditagihkan oleh rumah sakit.
“Kami lagi membuat kebijakan khusus untuk long Covid-19 ini. Kami mohon masukan dari organisasi profesi, kami sudah kaji kasus-kasus apa, kode INA-CBGs apa yang terkait dengan long Covid-19,” kata Yout.
Menurutnya, besar kemungkinan pembiayaan pasien long Covid-19 masih ditanggung oleh negara. Hal ini mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07-Menkes-4344-2021 tentang Juknis Klaim Penggantian Biaya Pasien Covid-19 Bagi RS Penyelenggara Pelayanan Covid-19.
Pembiayaan itu meliputi pasien suspek, probable, ataupun pasien terkonfirmasi Covid-19 yang masih memerlukan perawatan lanjutan untuk kondisi tertentu. Maka, kata dia, dapat dilakukan alih rawat nonisolasi, yang kemudian pembiayaannya dijamin oleh JKN ataupun asuransi kesehatan lain.
Proses alih rawat diputuskan berdasarkan hasil asesmen klinis oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan Pasien (DPJP) dengan dilampirkan sejumlah bukti. Seperti hasil asesmen klinis yang dituangkan dalam resume medis, hasil pemeriksaan follow up laboratorium RT-PCR, dan lain sebagainya.
“Nanti kami akan berproses, mohon Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga segera menyampaikan manajemen klinis untuk long Covid-19. Sehingga menjadi jelas apa yang akan kami biayai,” ujar Yout.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat