Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga PCR Turun Karena Perintah Presiden, Ternyata Jokowi Ingin Tampil jadi Pahlawan

Harga PCR Turun Karena Perintah Presiden, Ternyata Jokowi Ingin Tampil jadi Pahlawan Kredit Foto: Instagram Jokowi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Managing Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan menyoroti perubahan harga tes PCR yang turun dua kali hanya dalam kurun waktu dua bulan. Ia melihat hal ini sebagai sikap Presiden Jokowi yang ingin tampil sebagai pahlawan.

"Kenapa presiden itu sampai minta? Harusnya itu di belakang, di rapat kabinet. Ini berarti presiden pasang badan atau mau menjadi hero, tampil di publik bahwa 'Saya menurunkan harga'," kata Anthony dalam diskusi virtual Narasi Institute, Jumat (29/10/2021).

Baca Juga: Astaga! Tes PCR Dicurigai Langgar UUD 1945, Kenapa?

Padahal, lanjut Anthony, keputusan penurunan harga oleh Presiden RI ini memiliki implikasi yang besar. Ia menjelaskan, "Saat penurunan harga menjadi Rp450 ribu itu, Presiden Jokowi mengatakan, "Saya sudah berbicara dengan Menkes mengenai hal ini. Saya minta agar biasa tes PCR berada di kisaran Rp450-550 ribu," Ini ada di media, tapi kita semua tidak menyadari implikasinya. Implikasinya adalah presiden mengatakan dan menentukan harga kartel."

Ia melihat sikap Presiden Jokowi kala itu berpotensi menyalahi Undang-Undang (UU). Pasalnya, Presiden langsung mengumumkan penetapan harga tanpa memberi tahu formula penyusunan tarif tes kepada publik.

Kemudian, di lain kesempatan, Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan penurunan harga tes PCR menjadi Rp300 ribu merupakan angka yang mungkin masuk akal untuk dilaksanakan. Pernyataan ini juga disorot oleh Anthony.

"Artinya dari Rp450 ribu sampai Rp550 ribu menjadi Rp300 ribu itu masuk akal. Kenapa tidak dari dulu diturunkan? Kenapa harus melalui Rp500 ribu? Berapa uang rakyat dan negara yang sudah disedot untuk itu?" kritiknya.

"Karena dia dua kali minta dan dua kali terjadi. Kalau harga ini terlalu tinggi, Presiden dianggap menguntungkan pihak lain. Kalau ada kerugian negara, dampaknya lebih besar lagi. Jadi kalau ada kerugian negara, ini masuk delik korupsi," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: