Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenkes Bersama BPKP Tutup Peluang Tarif PCR Rugikan Masyarakat

Kemenkes Bersama BPKP Tutup Peluang Tarif PCR Rugikan Masyarakat Kredit Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Warta Ekonomi, Jakarta -

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmidzi menegaskan pemerintah secara berkala melakukan evaluasi tarif Swab RT-PCR. Hal ini dilakukan untuk memastikan masyarakat mendapatkan pemeriksaan sesuai dengan harga yang seharusnya dibayarkan.

“Kami secara berkala bersama BPKP melakukan evaluasi terhadap tarif pemeriksaan, menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Proses evaluasi merupakan standar yang kami lakukan dalam penentuan harga suatu produk maupun layanan, untuk menjamin kepastian harga bagi masyarakat,” tegas dr Nadia.

Evaluasi terhadap tarif pemeriksaan RT-PCR oleh Kementerian Kesehatan bersama BPKP sudah dilakukan sebanyak tiga kali.

Baca Juga: Cegah Covid-19 Gelombang Ketiga, Ini Daftar Mitigasi Pemerintah

Pertama, pada tanggal 5 Oktober 2020 ditetapkan pemeriksaan RT PCR Rp900 ribu. Kedua, pada tanggal 16 Agustus 2021 ditetapkan pemeriksaan RT PCR Rp495 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali serta Rp525 ribu untuk di luar pulau Jawa dan Bali.

Terakhir pada tanggal 27 Oktober ditetapkan Rp275 ribu untuk Pulau Jawa dan Bali dan Rp300 ribu untuk di luar Pulau Jawa dan Bali.

“Saya tegaskan sekali lagi, dalam menentukan harga RT-PCR, Kementerian Kesehatan (Dirjen Yankes) tidak berdiri sendiri, namun dilakukan bersama dengan BPKP. Proses evaluasi harga ini tentunya dilakukan untuk menutup masuknya kepentingan bisnis dan menjamin kepastian harga bagi masyarakat,” tegasnya.

Perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR, terdiri dari komponen–komponen jasa pelayanan/SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

“Reagen merupakan komponen harga paling besar dalam pemeriksaan swab RT-PCR, mencapai 45-55%” jelas dr. Nadia.

dr. Nadia menganalogikan tinggi dan langkanya stok masker dan APD di awal pandemi yang juga berpengaruh terhadap harga saat itu. Namun, kondisi ini berangsur-angsur membaik dengan semakin bertambahnya produsen masker dan APD seiring berjalannya waktu.

Demikian juga dengan reagen Swab RT-PCR, di mana pada saat awal hanya terdapat kurang dari 30 produsen yang ada di Indonesia. Namun, saat ini sudah terdapat lebih dari 200 jenis reagen Swab RT-PCR yang masuk ke Indonesia dan mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan dengan harga yang bervariasi. Artinya sudah terjadi persaingan variasi dan harga untuk komponen reagen Swab RT-PCR, tambahnya lagi.

Baca Juga: Isu Mafia PCR, Suara Mundur untuk Dua Menteri 'Andalan' Jokowi Ini Mulai Menggema, Next Reshuffle?

Swab RT-PCR masih menjadi gold standar dalam mendiagnosis kasus Positif COVID-19, tidak hanya di Indonesia, namun juga pada level global. Kebutuhan akan pemeriksaan RT-PCR didorong oleh peningkatan pemeriksaan spesimen di Indonesia, di mana angka positivity rate di Indonesia saat ini sudah di bawah 0,4% dari standar yang ditetapkan WHO.

“Semakin cepat kasus positif ditemukan, semakin cepat dapat dipisahkan dari orang yang sehat, tentunya ini dapat mencegah penyebarluasan virus COVID-19 di dalam masyarakat,” jelas dr. Nadia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: