Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

China Tak Mau Hidup Berdampingan dengan COVID-19, Harus Nol Corona

China Tak Mau Hidup Berdampingan dengan COVID-19, Harus Nol Corona Warga mengenakan topeng melewati sebuah karya seni di luar sebuah mal di Beijing, Cina, pada 13 November 2021. | Kredit Foto: AP Photo/Ng Han Guan
Warta Ekonomi, Beijing -

Di saat dunia sedang membiasakan dengan hidup di tengah pandemi Covid-19, China, tempat pertama virus corona dimulai, justru masih menerapkan pembatasan ketat untuk warga negaranya.

Seseorang yang masuk ke hotel bintang lima untuk menanyakan arah jalan misalnya, berakhir dikarantina dua minggu karena seorang tamu memiliki kontak dengan orang yang positif virus corona.

Baca Juga: Corona Mengamuk! China Terpaksa Lockdown Lagi Banyak Universitas untuk Amankan Mahasiswa

Seorang kru kereta berkecepatan tinggi ternyata memiliki kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, dan semua penumpang kereta dikarantina, untuk kemudian dites secara massal.

Di Disneyland, Shanghai, 33.863 pengunjung tiba-tiba harus menjalani tes massal karena sehari sebelumnya ada pengunjung yang terinfeksi. China termasuk negara yang terus-menerus menerapkan strategi nol Covid.

China adalah negara pertama yang menerapkan pembatasan untuk memerangi pandemi dan kemungkinan akan menjadi salah satu yang terakhir melonggarkannya. Ketika Anda berbicara dengan warga biasa di jalan-jalan di China, Anda akan menemukan bahwa banyak yang tampaknya tidak keberatan dengan pembatasan yang begitu ketat, selama mereka tetap aman.

Saya bertanya kepada seorang perempuan apakah China harus buka lebih cepat? Dia berkata lebih baik menunggu sampai pandemi benar-benar selesai karena keselamatan adalah nomor satu.

Seorang perempuan, yang baru saja pulang dari kantornya, memberi tahu saya bahwa virus corona tidak bisa dipahami sepenuhnya. Kata dia, vaksinasi juga akan meningkat, oleh sebab itu, demi stabilitas sosial, lebih baik untuk menunda pembukaan perbatasan.

Belum lama ini, negara-negara lain seperti Australia, Selandia Baru, dan Singapura juga menganggap wabah virus corona sebagai sesuatu yang harus benar-benar diberantas dari masyarakat. Negara-negara itu mengisolasi kota-kota sampai virus berhenti menyebar. Tujuannya, agar tidak ada lagi penularan di tingkat lokal.

Namun, strategi ini terpaksa harus berubah lagi ketika muncul varian Delta yang jauh lebih sulit dikendalikan dan tingkat vaksinasi sudah tinggi. Tingkat vaksinasi yang tinggi berarti orang-orang masih mungkin masih tertular Covid-19, tetapi tidak sampai dirawat ke rumah sakit.

Hal itu membuat beberapa negara membuka pintu untuk perjalanan internasional. Namun di China, visa untuk orang asing tetap sulit didapat dan paspor warga China masih belum diperbarui setelah masa berlakunya habis.

Di tempat lain, orang-orang mulai membiasakan "hidup dengan virus", tapi tidak di China, di mana wabah varian Delta menyerang dengan kekuatan yang sama seperti sebelum vaksinasi. Jika data resmi akurat, lebih dari 1.000 transmisi lokal tercatat sejak Oktober.

Angkanya tidak terlalu tinggi, tapi penyebarannya cukup signifikan, mencakup 21 provinsi. Kondisi ini dianggap penting karena di China beberapa kasus saja akan memicu kebijakan yang ketat, sama seperti ketika jumlah infeksi baru mencapai ratusan atau ribuan.   

Satu kasus saja, pembatasan ketat langsung diterapkan   Sepertinya tidak ada tanda-tanda pemerintah China bakal mengubah kebijakan tersebut, meskipun beberapa ilmuwan China mendesak pemerintah untuk berpikir ulang.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: