Perpres NEK Telah Disahkan, Pemerintah dan Swasta Kolaborasi Menavigasi Pasar Karbon Indonesia
Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) beberapa waktu lalu. Melihat hal ini, pemerintah maupun swasta berkolaborasi menavigasi pasar karbon Indonesia yang dinilai potensial.
"Indonesia memiliki banyak sekali peluang. Sebelumnya, di bawah Protokol Kyoto sudah ada mekanisme perdagangan karbon, tetapi dulu posisi Indonesia hanya berperan sebagai penjual. Namun, di bawah Persetujuan Paris, semua negara memiliki peluang untuk menjadi penjual dan pembeli. Ini adalah suatu hal yang perlu di-explore," ujar Co-Founder & Executive Director Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID) Kuki Soejachmoen dalam webinar Indonesia Carbon Forum, Rabu (1/12/2021).
Baca Juga: KADIN Sebut Pendanaan Masih Jadi Tantangan bagi Swasta dalam Wujudkan Ekonomi Rendah Karbon
Dalam kesempatan yang sama, Komisaris Utama ICDX K.H. Said Aqil Siroj menilai, manusia perlu memikirkan bagaimana merawat bumi dengan mempertimbangkan keselarasan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
"Sebagai salah satu negara dengan hutan terbesar di dunia, Indonesia disebut sebagai negara climate superpower, di mana kebijakan yang diambil Indonesia dalam upaya memerangi perubahan iklim akan berdampak besar di seluruh dunia," jelas Said.
Potensi besar untuk membangun pasar karbon domestik dan global disebut akan memberikan manfaat kepada Indonesia, baik secara ekonomi maupun lingkungan hidup.
"Mengenai potensi, ada dua hal yang perlu dilihat. Satu dari sisi perdagangan dan satu dari sisi co-benefit, dan juga secara makro jangka panjang, yakni bagaimana Indonesia memanfaatkan pasar karbon untuk memacu investasi di transisi energi," kata Tenaga ahli Kementerian Perdagangan Barry Beagen.
Barry menjelaskan secara garis besar, jika potensi alam Indonesia dapat dikembangkan dan dikelola dengan baik, Indonesia dapat menyumbang likuiditas karbon kredit terbesar di dunia dari sektor Forest and Other Land Uses (FOLU).
"Beberapa studi menyebutkan jika Indonesia memanfaatkan ini semua, Indonesia dapat mencapai 10-15 miliar returns of investment per tahun," ungkapnya.
Mendengar hal tersebut, CEO ICDX Lamon Rutten menambahkan, "Akan lebih baik jika ada pasar karbon di Indonesia, di mana perusahaan Indonesia dapat membeli kredit karbon dari produsen Indonesia dengan nilai dan brand Indonesia. Selain itu, perusahaan Indonesia juga perlu memahami bahwa akan ada risiko bagi mereka yang tidak memiliki strategi net zero carbon."
Sementara dari sisi pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah telah melakukan uji coba perdagangan karbon di subsektor ketenagalistrikan untuk memangkas emisi gas rumah kaca yang dilepaskan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: