Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta keseriusan Jaksa Agung ST Burhanuddin soal penerapan tuntutan hukuman mati pelaku korupsi. Terutama bagi koruptor dengan kerugian negara yang besar dan mengganggu ekonomi nasional seperti dalam perkara Asabri.
"Tetap setuju, wacana hukuman mati bagi koruptor. Apalagi kerugiannya besar, jumlahnya triliunan itu harusnya hukuman mati," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada AKURAT.CO, Jumat (3/12/2021).
Baca Juga: Pernyataannya Bikin Ramai, Jenderal Dudung Langsung Kena Skakmat Petinggi MUI! Disuruh...
Boyamin mengakui UU Tipikor yang ada belum bisa mengatur tuntutan mati terhadap koruptor dengan kerugian negara besar. Maka diperlukan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu) bahwa terhadap pelaku korupsi yang kerugian negaranya hingga triliunan bisa diterapkan hukuman mati
Karena selama ini penerapan hukuman mati hanya untuk pelaku korupsi dana bencana dan korupsi yang berulang-ulang.
"Jadi pelaku melakukam korupsi, dipenjara terus keluar, terus korupsi lagi," kata Boyamin.
Tuntutan mati terhadap koruptor, kata Boyamin, sudah ada jurisprudensinya. Dia menyebut terjadi pada terpidana Iskandar Dinata yang dituntut hukuman mati karena melakukan korupsi 2 kali.
Sementara kasus seperti Asabri belum bisa diterapkan. Diketahui, dalam kasus Asabri ada dua terdakwa yang telah divonis hukuman oenjara seumur hidup yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.
"Ini harus jadi komitmen semuanya. Tetapi kalau jaksa mau menuntut hukuman mati (terdakwa Asabri) karena kerugian besar sah sah saja. Soal hakim memutusnya sama atau beda ya kita tunggu saja. Tetap diperlukan komitmen dari kejaksaan untuk menuntut hukuman mati kepada koruptor kasus Asabri," kata Boyamin.
Penerapan hukuman maksimal terhadap sudah dipelopori oleh MA dengan keluarnya Perma No 01 tahun 2020 tentang hukuman berat bagi korupsi yang nilainya tinggi. Bahwa korupsi di atas 100 miliar hukuman seumur hidup.
Baca Juga: Jenderal Dudung Abdurachman Datang, Reuni 212 Ambyar
Mestinya, kata Boyamin, Perma soal hukuman berat bagi koruptor ini harus ditindaklanjuti pemerintah dengan dituangkan dalam UU.
"Misalnya dengan menambah pasal dalam penjelasannya atau dalam Pasal 2 ayat 2 UU pemberantasan korupsi bahwa pemberatan hukuman mati selain bencana adalah kerugiannya yang besar dan mempengaruhi kerugian negara," kata Boyamin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar