Ulah Risma Dianggap Bikin Gaduh, Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Ikut Bersuara
Koalisi organisasi penyandang disabilitas antiaudism mendesak Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk meminta maaf karena sudah memaksa seorang penyandang disabilitas rungu wicara berbicara. Mereka juga ingin Risma mau berdiskusi untuk bisa memahami bersama teman-teman tuli.
“Kami menyampaikan dan mencantumkan dalam siaran pers untuk Bu Risma sebagai Mensos itu meminta maaf atas yang disampaikan Hari Disabilitas Internasional secara umum, terutama kepada penyandang disablitas, khususnya penyandang disabilitas tuli,” kata Fajri Nursyamsi selaku moderator dalam konferensi pers dalam acara Konferensi Pers Koalisi Organisasi Penyandang Disabilitas Anti Audism secara virtual, Jumat (3/12/2021).
Baca Juga: Habis-habisan Dikritik karena Paksa Tunarungu Bicara, Risma Bersuara: Saya Ingin Tahu Apakah...
Desakan itu dibubuhkan dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Risma. Dalam surat tersebut, koalisi organisasi penyandang disabilitas antiaudism menilai pernyataan Risma sudah menyinggung perasaan warga negara penyandang disabilitas rungu atau tuli.
Pernyataan yang dimaksud ialah, “Disabilitas Rungu/Tuli akan dibagikan Alat Bantu Dengar (ABD) agar dapat berbicara dan mengurangi penggunaan bahasa Isyarat” dan “Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Jadi Ibu tidak melarang menggunakan bahasa isyarat tapi kalau kamu bisa bicara maka itu akan lebih baik lagi."
Selain itu mereka menganggap pernyataan Risma bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) yang tercantum dalam Pasal 27 ayat 1, Pasal 28 ayat 1, dan ayat 2 UUD 1945.
Bukan hanya itu, pernyataan Risma juga diangggap bertentangan dengan prinsip dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
"Termasuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan CRPD (Convention on the Rights of Persons with Disabilities), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, khususnya tentang hak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi pada Pasal 24, dan kewajiban Pemerintah dan pemerintah daerah yang wajib mengakui, menerima, dan memfasilitasi komunikasi penyandang disabilitas dengan menggunakan cara tertentu termasuk Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) pada Pasal 122," demikian yang tertulis dalam surat tersebut.
Menurut mereka, seorang disabilitas tuli mendapatkan informasi dengan cara visual, yaitu menggunakan indera penglihatan (mata), sehingga cara berkomunikasi dengan bahasa isyarat, dalam hal ini menggunakan Bisindo, harus dihormati dan difasilitasi.
Pilihan komunikasi seseorang dengan menggunakan bahasa isyarat tidak boleh dilarang dan dipaksa untuk mengganti cara berkomunikasinya.
Baca Juga: Risma 'Berulah' Minta Penyandang Tunarungu Berbicara, Dirinya Kena Semprot: Harus Jadi Peserta...
Sementara itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah memiliki peran menyediakan aksesibilitas dan akomodasi yang layak, seperti juru bahasa isyarat (JBI), juru ketik, dan Alat Bantu Dengar (ABD), serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum terkait keragaman cara berkomunikasi, agar tercipta lingkungan yang inklusif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto
Tag Terkait: