Senada disampaikan Peneliti ICW Kurnia Ramadhana. Menurut dia, agenda penguatan KPK sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi jauh panggang dari api. Kebijakan politik revisi UU KPK, terpilihnya komisioner KPK bermasalah, pemecatan puluhan pegawai lembaga antirasuah secara ugal-ugalan melalui Tes Wawasan Kebangsaan mencerminkan bukti pelemahan antikorupsi, alih-alih penguatan.
"Celakanya, Presiden tidak mengambil tindakan berarti, meskipun rekomendasi lembaga negara seperti Ombudsman dan Komnas HAM yang menemukan praktik pelanggaran serius atas TWK KPK. Bisa dikatakan, Presiden gagal menjadi panglima besar dalam agenda pemberantasan korupsi," ujarnya.
Kurnia menyebut, meredupnya kebijakan politik untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi dapat dipotret dari politik legislasi nasional.
Sejumlah regulasi penting seperti Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak pernah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas.
Baca Juga: Yang Nggak Ikut Jalan Novel Basewedan Cs Bertambah Jadi 12 Orang, Ternyata Oh Ternyata...
"Merosotnya upaya pemberantasan korupsi berimbas pada semakin buruknya pengelolaan etika pejabat publik. Praktik rangkap jabatan publik, menyatunya kepentingan politik dan bisnis, seperti konflik kepentingan pejabat dalam bisnis PCR dan obat-obatan dalam penanganan pandemi COVID-19 menjadi bukti konkret melemahnya tata kelola pemerintahan," imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Bayu Muhardianto