WHO dalam rekomendasinya, menyarankan durasi ini perlu disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara. Selama ini penyesuaian durasi didasarkan pada modeling matematika. Untuk melihat besaran peluang lolosnya orang positif apabila durasi karantinanya dipersingkat, ditambah entry dan exit test. Sebagai contoh dari publikasi Escroft (2021) menyimpulkan, karantina selama 8 - 10 hari dengan testing dapat mencegah lebih dari 90% transmisi lokal. Contoh lainnha publikasi Wells (2020) menyebut probabilitas lolosnya orang positif sebesar 0,0025 jika karantina 8 -14 dilengkapi testing.
"Kedepannya, Indonesia perlu untuk mencatat dan menganalisis data-data individual riil di lapangan. Agar dapat menjadi landasan kebijakan yang lebih optimal mencegah importasi kasus," lanjut Wiku.
Lalu, pada pengendalian mobilitas dan kebijakan kesehatan. Kedua hal ini apabila tidak dikendalikan dengan baik bisa mendukung virus untuk terus menular dalam masyarakat dan dapat semakin memperluas keberadaan varian dan menjadi lonjakan kasus.
Pembelajaran ketiga, ialah pendekatan global dalam penanganan pandemi. Karena, meskipun pandemi terjadi di seluruh dunia, nyatanya hingga saat ini belum semua negara memiliki akses yang sama terhadap vaksin, obat dan alat kesehatan. Sebagai contoh kesetaraan akses vaksin.
Berbagai literatur termasuk publikasi Nisen dkk (2022) menyatakan terdapat lebih banyak variasi varian COVID-19 pada kelompok-kelompok yang belum divaksin. Sayangnya, tidak semua negara memiliki akses yang setara terhadap vaksin. Padahal, varian baru dapat berdampak luas tanpa memandang batas negara. "Sehingga disimpulkan, vaksin dapat mencegah terbentuknya varian baru," imbuh Wiku.
Untuk itu, dengan kondisi kasus Indonesia yang terkendali,dapat menjadi bumerang apabila lengah dan abai terhadap pembelajaran dari dinamika COVID-19 yang telah diuraikan sebelumnya. Dan perlu dicermati bahwa beberapa wilayah di Indonesia telah menunjukkan perkembangan kasus yang tidak cukup baik.
Penting diingat, bahwa upaya kuratif sangat mahal dan berisiko menimbulkan fatalitas. Karenanya Indonesia dan dunia harus konsisten mengedepankan upaya upaya preventif dalam pengendalian pandemi khususnya kedisiplinan protokol kesehatan, pengendalian mobilitas serta kesetaraan akses vaksin.
"Munculnya Omicron seyogyanya hanya menjadi pengingat bahwa pandemi merupakan tantangan Global. Tantangan yang tidak akan selesai apabila hanya beberapa negara saja yang berhasil mengendalikan kasus," pungkas Wiku.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: