Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Demonstran Austria Tolak Pengucilan Bagi Warga tak Vaksin

Demonstran Austria Tolak Pengucilan Bagi Warga tak Vaksin Kredit Foto: Reuters/Andrew Boyers
Warta Ekonomi, Wina -

Puluhan ribu orang melakukan aksi unjuk rasa memprotes kebijakan wajib vaksin Covid-19 di ibu kota Austria, Wina, Sabtu (11/12). Pengunjuk rasa juga memprotes terkait perintah larangan keluar rumah bagi siapa saja yang belum menerima suntikan Covid-19.

Polisi mengatakan sekitar 44 ribu orang mengikuti aksi demonstrasi dalam serangkaian protes besar akhir pekan. Sejumlah kelompok menyerukan unjuk rasa pada Sabtu, termasuk partai sayap kanan Freedom, yang dipimpin oleh pemimpin Herbert Kickl.

Baca Juga: Austria Akhirnya Perintahkan Lockdown Nasional untuk Warga yang Belum Divaksin

"Tidak untuk memvaksinasi fasisme," bunyi salah satu tulisan pada papan pendemo, seperti dikutip laman The Guardian, Sabtu (12/12). "Saya bukan neo-Nazi atau hooligan," kata yang lain, "Saya berjuang untuk kebebasan dan melawan vaksin."

Bulan lalu Austria menjadi negara Uni Eropa pertama yang berencana mewajibkan vaksinasi Covid bagi warganya. Sebuah larangan parsial tidak boleh keluar rumah sejak bulan lalu berakhir hari ini. Namun mereka yang belum menerima dosis yang diperlukan harus tetap berada di dalam rumah.

Vaksinasi menjadi wajib mulai Februari untuk semua orang yang berusia di atas 14 tahun, kecuali dalam kasus dispensasi karena alasan kesehatan. Pemerintah mengatakan, tidak ada yang akan divaksinasi secara paksa, tetapi mereka yang menolak suntikan harus membayar denda awal 600 euro yang kemudian dapat meningkat menjadi 3.600 euro jika tidak diselesaikan.

Seorang warga, Manuela (47 tahun) mengatakan dia telah melakukan perjalanan ke ibu kota untuk ikut dalam aksi protes. "Mengapa mengecualikan mereka yang tidak divaksinasi, terutama anak-anak?" tanya Manuela.

Dia bilang dia divaksinasi, tetapi tidak mau memberikan nama keluarganya. "Sungguh diskriminasi yang luar biasa untuk tidak dapat mengirim anak-anak ke pelajaran menari, tenis, atau berenang," katanya.

Seorang guru biola, Analea (44 tahun) mengatakan, kebijakan pererintah ini bukan arah yang seharusnya diambil oleh demokrasi. "Kita boleh berbeda pendapat dan nilai, tapi tetap hidup bersama dengan bebas," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: