Direktur PT Tapin Coal Terminal (TCT) Markus Wibisono menyatakan telah melaporkan pimpinan perusahaan PT Antang Gunung Merantus (AGM), anak perusahaan PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR) kepada polisi atas kasus penyerobotan lahan di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.
Markus mengungkapkan, AGM dilaporkan karena tanpa seizin TCT, sejak tahun 2011 menggunakan lahan seluas 2.000 meter per segi milik TCT yang berlokasi di Km 101, Kabupaten Tapin sebagai akses jalan pelabuhan untuk mengangkut komoditas batu bara.
“Ya benar, kami sudah laporkan kepada polisi. Kami mengapresiasi langkah-langkah kepolisian yang telah menindaklanjuti laporan kami terhadap AGM. Diskrimum Polda Kalimantan Selatan juga telah memasang garis polisi (police line) di areal lahan yang diserobot AGM,” kata Markus di Jakarta, Selasa (14/12/2021).
Markus juga mempertanyakan mengenai pemasangan police line di areal tanah yang diserobot AGM, apakah sudah dilaporkan kepada otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebab AGM dalam tahapan pendaftaran IPO di Bursa.
Menurut Markus, AGM berdalih bahwa pengunaan lahan akses pelabuhan tersebut atas dasar kerja sama dengan kurator PT Anugerah Tapin Persada (ATP) pailit. Namun, lanjutnya, TCT sebagai pihak yang telah membeli aset itu dari PT Bara Multi Pratama (BMP) sebagai pemenang lelang aset pailit ATP, yang di dalamnya terdapat tanah akses pelabuhan sangat dirugikan.
“Kami berterima kasih kepolisian telah menaikkan status laporan TCT ke tahap penyidikan, termasuk melarang AGM mengunakan tanah akses ke pelabuhan. Pasal pidana yang dipakai polisi untuk menyidik perkara adalah pasal pengrusakan dan pasal penyerobotan tanah,” jelas dia.
Penguasaan TCT atas tanah akses pelabuhan khusus batu bara tidak hanya didasarkan pada pembelian dari BPM. TCT juga melakukan pembelian tanah akses kembali dari masyarakat, berdasarkan surat-surat aset yang dibeli TCT dari BMP, termasuk tidak ditemukan bukti-bukti pembayaran maupun kepemilikan. Akibatnya, untuk melindungi haknya atas tanah akses Pelabuhan khusus batubara, TCT kembali membeli tanah tersebut dari masyarakat.
Berdasarkan penghitungan, kerugian TCT atas penyerobotan lahan akses pelabuhan khusus batu bara mencapai Rp 400 miliar.
“AGM telah banyak mengeruk keuntungan dari pengunaan tanah tanpa izin TCT. Setidak-tidaknya dengan mengunakan tanah akses pelabuhan tanpa hak, bisnis AGM yang mengelola pelabuhan dan jalan batu bara moncer,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, TCT juga mengalami kerugian cukup besar akibat demo yang dilakukan para pemilik truk di Kalimantan Selatan menyusul penutupan lahan akses pelabuhan.
“Protes seharusnya ditujukkan kepada AGM yang menyerobot lahan pihak lain. Bukan ke TCT. Kami hanya mengikuti keputusan polisi yang menutup akses pelabuhan,” kata Markus.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi