Ada Digitalisasi, Pelaku Properti Yakin Pemasaran Offline Tetap Utama bagi Industri Properti
Commercial Director Lamudi.co.id Yoga Priyautama meyakini pemasaran berbasis luring atau offline tetap menjadi suatu hal yang penting bagi industri properti meskipun saat ini dunia tengah bertransformasi ke digitalisasi.
"Digitalisasi memang realitas, tapi human touch tidak bisa dihilangkan," kata Yoga dalam "Bincang Properti: Strategi Lampaui Target Penjualan di Era Baru Properti" di Jakarta, Kamis (16/12/2021).
Baca Juga: Sektor Properti Diyakini akan Bangkit pada 2022
Pandangan itu turut diamini oleh CEO Mustika Land, David Sudjana. Menurutnya, layanan berbasis luring masih dibutuhkan dalam memasarkan properti. Hal ini menimbang kebutuhan emotional engagement dari konsumen.
"Ini sangat penting. Kalau experience-nya tidak kena, misal dari sisi layanan tidak tepat, kita tidak bisa melakukan penjualan. Jadi, physical touch ini memang penting," ujar David.
Digitalisasi itu sendiri masih menjadi tantangan bagi industri properti. Direktur Greenwoods Antonius Congles mengungkapkan, pemasaran melalui platform digital membutuhkan upaya dan biaya yang lebih menantang dibanding pemasaran secara luring.
"Pemasaran digital ini semua judulnya hybrid, promosi offline juga tidak bisa ditinggalkan. Artinya, budget juga harus ditambah lagi untuk menambah platform," terang Anton.
Terlebih, lanjut Anton, saat ini tersedia banyak platform digital yang berpotensi menjadi pasar dengan karakteristik masing-masing. Hal ini membuat konten pemasaran yang akan dipublikasikan perlu menyesuaikan karakteristik tiap-tiap platform agar iklan tepat sasaran.
"Seperti Youtube storytelling-nya harus ada, TikTok dengan konten receh, tapi tetap ada penjualannya. Belum lagi kita juga harus menyiapkan shooting dan wording-nya, apalagi untuk milenial dan gen Z yang kontennya harus dibikin semudah mungkin, magic words-nya itu apa," papar Anton.
Anton mengaku menggunakan jasa konsultan properti dalam menyusun strategi pemasaran digital. Meskipun butuh mengeluarkan biaya yang lebih besar, Anton menilai langkah ini lebih baik dibanding menanggung risiko kegagalan dari strategi yang tidak tepat sasaran.
"Karena hard selling sekarang udah nggak kena. Jadi, kita sampai meng-hire consultant branding untuk bisa men-deliver apa yang sebenarnya diinginkan konsumen. Jadi, yang ingin kita bangun adalah value-nya apa, itu yang kami usaha segmentasikan supaya konten yang kita deliver bisa tepat sasaran," tuturnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Imamatul Silfia
Editor: Puri Mei Setyaningrum