Banggar DPR Apresiasi Kinerja Pemerintah yang Berhasil Tingkatkan Pendapatan Negara Kala Pandemi
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah mengapresiasi kinerja pemerintah atas pencapaian pendapatan negara yang terus meningkat ditengah kondisi ekonomi global yang masih tidak menentu sebagai dampak pandemi Covid-19 di sejumlah negara yang masih tinggi.
Hingga November 2021 atau kurang sebulan tutup buku, pendapatan negara telah mencapai Rp 1.699,4 triliun atau 97,5 persen dari target pendapatan negara pada APBN 2021 sebesar RP 1.743,6 triliun.
"Banggar DPR RIterus memberikan dukungan kepada pemerintah, khususnya kepada Menteri Keuangan (Menkeu) yang secara disiplin mengawal dan mengelola APBN kita," ujar Said di Jakarta. Rabu (22/12/2021).
Menurut Said, kedisiplinan diperlukan agar APBN tidak keluar jalur, sehingga fiskal tetap terkendali dan pruden. "Namun saya tetap mengharapkan ada transformasi kebijakan yang terus dijalankan kedepan. Sebab masih terdapat kelemahan kelemahan fundamental dalam postur pendapatan negara kita," jelasnya.
Baca Juga: Defisit APBN Tembus Rp452 Triliun, Menkeu: Pemulihan Terus Berjalan
Ketua DPP PDI Perjuangan ini menjelaskan, penopang utama pendapatan negara dari Januari November 2021 adalah naiknya beberapa harga komoditas dunia yang menjadi tumpuan ekspor selama ini.
Misalnya, PPh Migas yang naik hingga 57,7 persen dari tahun lalu, termasuk sumbangannya ke PPN yang juga naik 19,8 persen secara tahunan.Dampaknya, penerimaan perpajakan realisasinya lebih baik ketimbang tahun lalu.Hingga November 2021, realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.082,6 triliun, atau tumbuh 17 persen dari November 2020 lalu.
Baca Juga: Pajak Punya Peran Penting dalam Membiayai Vaksinasi Covid-19 pada Masa Pandemi
Dia menjelaskan, naiknya harga komoditas juga memberikan kontribusi positif terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hingga November 2021, realisasi PNBP mencapai Rp 382,5 triliun atau 128,3 persen dari target APBN 2021.
"Sumbangan PNBP ini didapat dari naiknya harga migas, batubara, serta minyak kelapa sawit, dan mineral," ulasnya.
Sektor lain yang selalu menjadi langganan penopang pendapatan negara adalah penerimaan bea dan cukai.Target penerimaan bea dan cukai pada APBN 2021 sebesar Rp 214,96 triliun.Hingga November 2021, realisasi penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 232,25 triliun naik 26,58 persen dari November tahun lalu.
"Kenaikan di sisi kepabeanan karena mulai bangkitnya kegiatan ekspor dan impor, terutama ekspor komoditas, dan sektor cukai industri hasil tembakau," jelasnya.
Politisi Senior PDI Perjuangan ini lalu merekomendasikan beberapa kebijakan penting yang harus dilakukan pemerintah pada tahun depan, pertama, membenahi sistem penerimaan perpajakan nasional. Setidaknya ada dua peluang sumber penerimaan baru pada tahun 2022, yakni diberlakukannya pajak karbon dan pengampunan pajak dari 1 Januari – 30 Juni 2022.
Tingginya produksi dan konsumsi terhadap barang mengandung karbon jelas akan memberikan kontribusi penerimaan perpajakan dari karbon sepanjang pemerintah segera menyelesaikan aturan teknis pelaksanaannya.
"Terkait pengampunan pajak jilid 2 di tahun 2022, saya memperkirakan dapat memberi kontribusi tambahan penerimaan perpajakan Rp. 110-120 triliun dengan catatan kesiapan segala hal dari Ditjen Pajak, seperti aturen implementasinya, dukungan sumber daya manusia, sistem teknologi informasi, dan kepatuhan wajib pajak," ujarnya.
Baca Juga: Terbukti Moncer, Kebijakan Gratis PPnBM Diusulkan Permanen
Kedua, pemberlakukan pajak karbon berpotensi mengoreksi pos perpajakan lainnya seperti PPh dan PPN migas dan batubara.Menyusutnya pos perpajakan ini harus mampu digantikan dengan meningkatnya sektor manufaktur dan hilirisasi sektor sektor olahan non migas lainnya, termasuk penyempurnaan pengenaan pajak dan PNBP pada sektor telko dan ecommerce yang terus mengalami pertumbuhan tinggi.
Ketiga, harus disadari industri migas akan segera menjadi sunset industry, investasi pemerintah, BUMN dan swasta harus mendorong tumbuhnya energi baru dan terbarukan sebagai arah industri kedepan.
Untuk mendorong pertumbuhan energi baru dan terbarukan, wajib kiranya pemerintah memberikan berbagai insentif pajak.
"Sebagai gantinya dan mendorong pelaku usaha melakukan transformasi usaha, perlu kiranya pemerintah menimbang kenaikan royalti batubara. Royalti batubara saat ini masih rendah yakni 3-7 persen tergantung kandungan kalorinya," imbunya.
Keempat, penerimaan cukai selama ini didominasi oleh cukai industri hasil tembakau. "Jika tahun kemarin dan tahun ini kondisi pelaku usaha sedang sulit akibat pandemi, saya kira tahun depan sudah waktunya pengenaan cukai terhadap dua jenis barang diatas," tuturnya.
Baca Juga: Soal Kebijakan Cukai 2022, Dengerin Nih Harapan Pekerja-Pekerja SKT
Kelima, pada tahun 2019, Wajib Pajak (WP) terdaftar sebanyak 41,99 juta, dan yang wajib SPT sebanyak 18,3 juta.Dan yang realisasi SPT sebanyak 13,39 juta.Meskipun dari tahun ke tahun ada peningkatan jumlah WP, WP wajib SPT dan realisasi SPT, namun kita masih melihat banyak tantangan yang harus dibenahi sektor perpajakan nasional.
Keenam, transformasi penerimaan pajak harus didorong agar bertumpu pada PPh orang pribadi. Sebab bila masih bertumpu pada PPh badan sangat beresiko terhadap kondisi ekonomi domestik dan global.Jika kondisi ekonomi sedang lesu, PPh badan otomatis pasti menurun, dan dampak ikutannya penerimaan pajak juga akan terkoreksi.
"Artinya jika penerimaan perpajakan masih bertumpu pada PPh badan yang tahun 2019 hanya berjumlah 3,3 juta usaha, dan yang wajib SPT sebanyak 1,47 juta namun realisasi SPT hanya 963 ribu, maka resikonya akan lebih besar," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri