Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Trah HB II Tuntut Kraton Yogyakarta Jaga Kelestarian Situs Peninggalan Sultan Hamengkubuwono

Trah HB II Tuntut Kraton Yogyakarta Jaga Kelestarian Situs Peninggalan Sultan Hamengkubuwono Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Keluarga besar keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono II (Trah HB II) tak kenal lelah untuk terus memperjuangkan Sri Sultan Hamengkubuwono II mendapat gelar Pahlawan Nasional. Berbagai dukungan dari tokoh politik dan sejarawan terus mengalir.

Sri Sultan Hamengkubuwono II dinilai sangat berjasa ketika peristiwa perang atau Geger Sepehi tahun 1812. Karena Kraton diserang tentara Inggris, Sri Sultan Hamengkubuwono II yang mempertahankan wilayah, kehormatan, harkat, dan martabat sebagai raja sangatlah wajar.

Baca Juga: Visa Kampanyekan #IbuBerbagiBijak ke 320 UMKM Perempuan di Yogyakarta

Sri Sultan Hamengkubuwono II disebut menjalankan fungsinya sebagai raja yang melindungi wilayah dan rakyatnya dari gangguan para penjajah kolonial sehingga dinilai layak disebut sebagai Pahlawan Nasional. Demikian pernyataan Fajar Bagoes Poetranto, Sekretaris Pelaksana Pengusulan Sri Sultan Hamengkubuwono II Pahlawan Nasional pada media, Jumat (24/12/2021).

Selain mengumpulkan dukungan dari para sesepuh Trah HB II, tokoh politik, dan sejarawan, Trah HB II Bagoes juga mengumpulkan data-data dan informasi melakukan survei ke tempat-tempat yang terkait dengan sejarah dari sosok Sri Sultan Hamengkubuwono II. Namun, dari hasil survei yang dilakukan sungguh memprihatinkan.

"Kami melihat secara jelas bahwa bukti-bukti sejarah artefak peninggalan Sultan Hamengkubuwono I dan II yang seharusnya dilindungi sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kraton Yogyakarta pada kenyataannya tidak menjadi perhatian khusus. Buktinya, di Gua Siluman adanya pembiaran kerusakan situs artefak dengan adanya pembuangan limbah industri rumah tangga," jelas Bagoes, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta.

Menurut Bagoes, situs yang terkait dengan sejarah keberadaan  Sri Sultan Hamengkubuwono II dan Kota Yogyakarta harus dipertahankan dan dilestarikan. "Kalau ada kerusakan dan penghilangan bukti sejarah, siapa yang bertanggung jawab. Kalau tindakan preventif atau melindungi saja kurang, kami Trah Sultan Hamengkubuwono II merasa prihatin dengan hal ini. Kami meminta untuk segera melakukan perlindungan yang menyeluruh terhadap artefak atau situs tersebut," ungkapnya.

Karena itu, Bagoes pun meminta pihak Pemerintahan Provinsi Yogyakarta dan Kraton Yogyakarta turun tangan melindungi bukti bersejarah dari era pemerintahan para Sultan Yogyakarta terdahulu. Lebih lanjut Bagoes juga menyebutkan, pesanggrahan Sonopakis harus segera dilakukan inventarisasi aset. Apabila terbukti tidak ada kepemilikan yang sah terhadap tanah sekitar situs, harus dilakukan tindakan tegas.

"Saya minta Sri Sultan Hamengkubuwono X bertanggung jawab dan segera melakukan revitalisasi situs dan artefak peninggalan Sri Sultan Hamengkubuwono I dan II," kata dia.

Di samping mengumpulkan bukti-bukti benda bersejarah untuk mendukung penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono II menjadi pahlawan nasional, pihaknya juga mengumpulkan data tertulis terkait Hamengkubuwono II.

"Pengumpulan bukti dan data terkait HB II tidak saja dilakukan di Indonesia, tapi juga akan dilakukan ke beberapa museum di Inggris dan Belanda. Kami juga akan meminta negara tersebut untuk mengembalikan manuskrip artefak yang dirampas Inggris pada peristiwa Geger Sepehi 1812," tegasnya.

Sementara itu, KRT. Manu J. Widyaseputra, atau akrab disapa Romo Manu, juga menjelaskan soal situs-situs Hamengkubuwono I dan Hamengkubuwono II, seperti Kedhaton Ambarketawang di Ambarketawang, Gamping Sleman; Pesanggrahan Rejakusuma di Desa Sanapakis Utara Kasihan Bantul; Pesanggrahan Umbulharja di Kecamatan Umbulharja, Yogya Kota; Pesanggrahan Guwa Siluman di Gedhong Kuning, Kota Gedhe Yogya Kota; Situs Nagabanda di Rejawinangun, Umbulharja, Yogya Kota.

"Kedaton Ambarketawang dipergunakan sebagai tempat tinggal HB I dan keluarga sembari menunggu jadinya kraton di Hutan Beringan. Pesanggrahan-pesanggrahan  dimanfaatkan oleh HB II untuk semadi selama persiapan beliau menjadi raja Yogyakarta," tutur Romo Manu.

Data tentang keberadaan situs-sotus saat ini sudah tidak utuh lagi, sambung Romo Manu, sehingga diperlukan rekonstruksi kelengkapan situs-situs  dari sumber-sumber tekstual.

"Babad Ngayogyakarta 1 & 2 agar dapat dimengerti naratif arsitekturalnya, agar kaitannya dengan aktivitas  HB II sebagai putra mahkota dan raja Yogya dimengerti dengan utuh. Keutuhan informasi itu merupakan sarana yang sangat penting untuk memahami keberadaan beliau sebagai Nayaka, 'pahlawan' bagi Nusantara ini," tegas Romo Manu.

Dia melanjutkan, "Menilik keberadaan situs-situs HB I dan II tidak terpelihara dengan baik. Terbukti adanya limbah pencucian baju di Guwa Seluman, adanya rumah-rumah yang menempel di benteng Rejakusuma. Padahal, ada papan yang memuat undang-undang cagar budaya. Sudah rusaknya Nagabanda yang tadinya berjumlah 2 buah sekarang tinggal 1 dan itupun dalam keadaan sangat rusak, dan sebagainya. Maka, dapat diperoleh pengertian bahwa situs-situs tidak terpelihara sama sekali."

Keberadaan Nayaka (pahlawan) nasional perlu dilengkapi atribut-atribut yang sungguh-sungguh komprehensif. "Kasihan beliau sudah berbuat banyak untuk keharuman dan kejayaan bangsa ini. Namun, karena masalah administratif saat ini tidak dapat diajukan dan diangkat, sehingga tidak dikenali oleh anak cucunya sendiri," pungkas Romo Manu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: