Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Agar Pertamina Tak Ambruk, Perlu Upaya Penyesuaian Harga BBM Non Subsidi Pertalite dan Pertamax 92

Agar Pertamina Tak Ambruk, Perlu Upaya Penyesuaian Harga BBM Non Subsidi Pertalite dan Pertamax 92 Petugas mengisi BBM jenis Pertamax di Pertashop (Pertamina Shop) Desa Maliku, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Jumat (17/9/2021). PT Pertamina (Persero) membangun 43 Pertashop di wilayah pedesaan seluruh provinsi Kalimantan guna memenuhi akses energi ke masyarakat desa terhadap BBM harga yang sama dengan SPBU sehingga dapat memajukan perekonomian desa. | Kredit Foto: Antara/Makna Zaezar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina melorot karena ketiadaan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi yaitu Pertalite dan Pertamax 92.

Kinerja ini tentu akan semakin melorot, jika pada tanggal 18 September 2021 PT. Pertamina (Persero) melalui PT. Pertamina Patra Niaga, atau Sub Holding Commercial & Trading tidak menaikkan dua produk BBM non subsidi yaitu Pertamax Turbo dan Pertamina Dex. 

Baca Juga: Momen Nataru, Pertamina Patra Niaga Sumbagut Catat Kenaikan Konsumsi BBM dan Avtur

Sedangkan Pertamax Turbo (RON 98) yang semula harganya Rp9.850 per liter dinaikkan menjadi Rp12.300 per liter, berarti terdapat perubahan sejumlah Rp2.450 atau sebesar hampir 25%. Kenaikan harga juga diberlakukan kepada Pertamina Dex (CN 53) yang semula harganya Rp10.200 per liter menjadi Rp11.150

Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi mengatakan memang untuk BBM jenis Pertalite dan Pertamax RON 92 tidak mengalami perubahan dan mengikuti ketentuan yang telah diberlakukan.

"Padahal konsumsi Pertalite mencapai 70 persen dari total jenis BBM yang diperjualbelikan," ujarnya dalam keterangan tertulis Jumat 14 Januari 2022. 

Lanjutnya bahwa ketiadaan penyesuaian harga BBM jenis Pertalite dan Pertamax 92 ini akan berpengaruh signifikan terhadap biaya atau beban operasional korporasi. Hal itu juga berakibat pada kondisi aliran kas (cash flow) Pertamina dalam jangka pendek untuk membeli sumber bahan baku yang lebih mahal, sementara harga jual ke konsumen tidak mengalami perubahan.

"Dalam jangka panjang, implikasinya adalah terkait dengan kebijakan subsidi energi dan transisi energi yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo tentu akan menghambat aksi korporasi BUMN Pertamina dalam mencari sumber pembiayaan ekonomis dan membayar kewajiban kepada pihak ketiga serta melayani masyarakat konsumen sampai ke daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T)," paparnya.

Ia menambahkan bahwa sebelum terlambat agar Pertamina tidak mengikuti jejak kasus ambruknya BUMN Garuda Indonesia, maka selayaknya Presiden Joko Widodo mengambil langkah-langkah yang cepat, cermat dan tepat untuk melakukan penyesuaian harga.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: