Demokrat Kritik Habis Pembangunan Ibu Kota Baru, Disebut Proyek Tidak Rasional
Fraksi Partai Demokrat (FPD) menyampaikan sejumlah catatan kritis meski menerima Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Catatan kritis tersebut dibacakan legislator asal Aceh, Muslim dalam pendapat mini akhir, Senin malam, 17 Januari 2022.
Menurut dia, prinsip utama catatan ini berdasarkan pada pernyataan Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa dalam membangun Ibu Kota hakikatnya membangun kehidupan, sistem, bukan sekadar membangun infrastruktur fisik.
Baca Juga: Mahfud MD Ungkap Ada Menteri Minta Setoran Rp40 M, Ternyata Ciri-cirinya Mirip...
“Jadi, memindahkan Ibu Kota tidak hanya memindahkan ruang kerja. Tapi, juga memindahkan ruang hidup banyak orang. Karena itu, harus benar-benar cermat dan disiapkan dengan matang segala sesuatunya,” kata Muslim yang dikutip pada Selasa, 18 Januari 2022.
Dia menyampaikan, dalam konteks ini, Fraksi Demokrat menegaskan perpindahan IKN bukan hanya milik pemerintah, DPR dan DPD saja. Namun, kata dia, juga milik seluruh rakyat Indonesia. Maka itu, proses ini tidak cukup hanya dengan membuat undang-undang.
Tapi, harus dipahami sebagai proses teknokratis dan politis sebagai agenda bersama seluruh komponen bangsa.
“Karena itulah, kami memberikan sejumlah catatan kritis. Misalnya, soal waktu. Kami memandang, tidak perlu terburu-buru. Sempurnakan konsep dan persiapannya, mencakup seluruh aspek pemindahan IKN, termasuk perbaikan rencana induk yang menjadi acuan proyek prioritas nasional ini secara lebih serius," ujar Muslim.
Baca Juga: Ferdinand Hutahaean Tak Dipercaya Telah Dipenjara, Sebabnya karena Tidak Ada...
Pun, catatan berikutnya yakni terkait lingkungan. Menurut Fraksi Demokrat, pemindahan ini berkonsekuensi pada kemungkinan pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang terus menerus. Kondisi itu dikhawatirkan akan mempengaruhi fungsi ekologis jangka panjang. Dia mengatakan, aspek pengelolaan lingkungan hidup berkelanjutan perlu dilakukan dengan melibatkan kearifan lokal masyarakat setempat/adat.
"Melalui pengakuan hak-hak konstitusionalnya yang sebaiknya tercantum dalam RUU ini, pelestarian lingkungan, mitigasi bencana, dan pola konsumsi ramah lingkungan," jelas Muslim.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar