Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penelitian Baru Kaspersky: 3 dari 5 Pengguna di Asia Tenggara Ingin OTP saat Transaksi Online

Penelitian Baru Kaspersky: 3 dari 5 Pengguna di Asia Tenggara Ingin OTP saat Transaksi Online Kredit Foto: Unsplash/NordWood Themes
Warta Ekonomi, Jakarta -

Penelitian Kaspersky baru-baru ini menunjukkan bahwa pengguna pembayaran elektronik di Asia Tenggara menjadi makin sadar akan pentingnya menjaga data keuangan mereka di tengah pesatnya peningkatan penggunaan pembayaran digital di wilayah tersebut. Mereka pun memahami kehadiran fitur keamanan tambahan yang diharapkan dapat diterapkan oleh bank dan para penyedia dompet seluler di sini.

Berjudul Mapping a secure path for the future of digital payments in APAC, penelitian ini menemukan bahwa lebih dari tiga dari lima (67%) pengguna aplikasi perbankan digital dan e-wallet di Asia Tenggara lebih memilih penerapan kata sandi satu kali (one-time-passwords atau OTP) melalui SMS untuk setiap transaksi.

Baca Juga: CHOOP Sarana Belanja Online dengan WhatsApp Dikenalkan di Bali

Melansir dari pernyataan resmi Kaspersky, Rabu (2/2), mayoritas responden juga ingin melihat penerapan autentikasi dua faktor atau 2FA (57%) serta fitur keamanan biometrik seperti pengenalan wajah atau sidik jari (56%).

Menariknya lagi, penerapan OTP menjadi prioritas utama bagi konsumen di sebagian besar negara Asia Tenggara termasuk Indonesia (67%), Malaysia (66%), Filipina (75%), Thailand (63%), dan Vietnam (74%), kecuali Singapura di mana autentikasi dua faktor lah yang menjadi perhatian paling mendesak (65%).

General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky, Yeo Siang Tiong menjelaskan, para pengguna pembayaran digital juga menyambut baik penggunaan pembelajaran mesin (machine learning) dalam memerangi serangan rekayasa sosial.

"Hampir setengah (40%) mencatat bahwa perusahaan harus mulai mencegah penipuan/penipuan online secara otomatis berdasarkan perilaku pembelanjaan atau riwayat transfer seorang pengguna. Lebih dari seperempat (28%) juga mengatakan Tokenisasi proses melindungi data sensitif dengan menggantinya dengan nomor yang dihasilkan secara algoritmik yang disebut token juga dapat meningkatkan keamanan aplikasi mobile banking dan pembayaran elektronik di wilayah tersebut," tuturnya.

Ia juga menyebutkan, ukuran pasar Asia Tenggara yang besar dalam hal pembayaran digital menawarkan landasan yang panjang untuk ekspansi. Di sektor yang kompetitif, menurutnya, perusahaan pembayaran harus dinilai tidak hanya pada inovasi mereka, tetapi juga pada postur keamanannya.

"Kami dapat menarik dari temuan kami bahwa pelanggan makin menyadari nilai teknologi untuk melindungi keuangan mereka secara online. Secara umum, fitur keamanan ini adalah tindakan pencegahan bermanfaat yang berpotensi meningkatkan standar keamanan siber di ruang pembayaran digital. Namun, opsi ini tidak boleh dilihat secara terpisah, melainkan dianggap sebagai bagian dari kerangka kerja keamanan siber holistik," kata Yeo Siang Tiong.

Penggunaan autentikasi dua faktor, misalnya, ia mengatakan memiliki keterbatasan, terutama dalam hal autentikasi berbasis SMS. Pesan SMS yang mengandung kata sandi dapat dicegat oleh Trojan yang ada di dalam ponsel cerdas, atau oleh kerusakan pada protokol SS7 yang digunakan untuk mengirimkan pesan, sehingga membuat 2FA berbasis SMS terkadang tidak dapat diandalkan.

"Dalam kasus seperti itu, disarankan untuk menggunakan aplikasi autentikator mandiri, dengan SMS hanya digunakan sebagai upaya terakhir untuk membatasi kerentanan perusahaan terhadap pelanggaran data," tegasnya.

Dengan sifat kompleks dalam mengamankan aplikasi dan keuangan secara online, Yeo Siang Tiong mengatakan tidak mengherankan bahwa lebih dari tiga dari lima (65%) responden mengatakan bahwa bank dan perusahaan dompet seluler harus memberikan lebih banyak insentif untuk menjaga keamanan secara tepat– seperti mengganti kata sandi secara teratur.

"Selain itu, 60% lainnya mencatat bahwa penyedia layanan harus lebih banyak mengedukasi pengguna tentang ancaman online," jelas Yeo Siang Tiong.

Saat memilih penyedia e-wallet seluler, keamanan tetap menjadi prioritas bagi pengguna pembayaran digital di Asia Tenggara. Lebih dari setengah (58%) mengatakan mereka akan menggunakan e-wallet yang mencakup fitur keamanan ekstra seperti sidik jari dan 2FA sementara lebih dari sepertiga (37%) mengatakan mereka akan menggunakan aplikasi perbankan atau dompet seluler dari penyedia yang belum pernah terlibat dalam kasus pelanggaran data atau serangan siber sebelumnya.

"Sejumlah responden juga mencatat bahwa mobile e-wallet harus independen, dapat digunakan langsung oleh bank atau melalui pihak ketiga (42%) atau tertutup, terkait dengan merchant, di mana pengguna hanya dapat menggunakan dana untuk melakukan pembayaran pada transaksi yang dimulai dengan merchant tertentu (35%)," terangnya.

Pertimbangan lain dalam memilih perusahaan dompet digital termasuk aplikasi yang harus menawarkan promo, cashback, biaya transfer yang lebih terjangkau (49%); memberikan anonimitas pengguna tidak perlu mengungkapkan detail kartu kredit ke terlalu banyak merchant (35%); menjadi bankless, di mana rincian rekening bank tidak diperlukan (25%); dan dibuat secara lokal (16%).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: