Pentingnya Kedaulatan Nasional dan Integritas Media Massa di Tengah Disrupsi Digital
Konvensi Nasional Media Massa yang berlangsung di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 7-8 Februari 2022 telah merumuskan kesimpulan dan rekomendasi besar mengenai transformasi digital dan bagaimana membangun media massa yang berkelanjutan di tengah transformasi digital itu.
Konvensi tersebut diadakan dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2022 dan mengambil tema "Membangun Kedaulatan Nasional di Tengah Gelombang Digitalisasi Global dan Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan". Berikut hasil rekomendasi dari Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022 di Kendari tersebut:
Baca Juga: Inilah Rangkaian Acara HPN 2022 di Kota Kendari, Puncak Acara di Masjid Terapung
Terkait Membangun Kedaulatan Nasional di Tengah Gelombang Digitalisasi Global
"Pertama, selain membawa banyak manfaat dan kesempatan baru, transformasi digital juga menghadirkan sejumlah permasalahan, seperti berkembangnya hoaks dan ujaran kebencian di ruang publik, potensi capital outflow dari surplus ekonomi digital, hilangnya potensi pajak dari ekonomi digital, problem ketidaksetaraaan hukum dalam industri media dan tekonologi, hingga lahirnya pengangguran jenis baru," dikutip dari siaran pers di Jakarta, Selasa (8/2/2022).
Oleh karena itu, Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022 mendorong negara untuk secara sistematis dan berjangka panjang merumuskan kebijakan yang mengarah pada terbangunnya kedaulatan nasional di bidang digital. Hal ini bersifat mendesak untuk melindungi kepentingan Indonesia di tengah derasnya transformasi digital yang terjadi di semua bidang.
Kedua, dalam konteks kedaulatan nasional guna membangun ruang publik yang sehat, Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022 merekomendasikan agar Pemerintah dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat mempercepat kehadiran regulasi Publisher Right maupun regulasi lain yang memiliki tujuan membangun kemandirian atau kedaulatan digital.
Terkait Membangun Model Media Massa yang Berkelanjutan
Pertama, konvensi tersebut meminta pers Indonesia menyeimbangkan antara model bisnis yang bertumpu pada pendapatan iklan programatik dengan model bisnis yang bertumpu pada pendapatan iklan langsung (direct sale).
Keseimbangan ini diperlukan guna menghindari ketergantungan berlebihan terhadap platform global sehingga diharapkan pers nasional bertumbuh dalam kapasitas ekonominya sendiri. Sebagaimana diketahui, terlepas dari manfaatnya dalam menambah pendapatan media, periklanan programatik membuat media menjadi sangat tergantung pada pihak eksternal dalam mengembangkan model bisnisnya.
Model bisnis yang bertopang pada periklanan programatik juga mendorong media untuk menjalankan praktik jurnalisme yang terlalu berorientasi pada shareability, kepada kuantitas berita, dan cenderung mengabaian persoalan kualitas dan kepantasan jurnalistik. Periklanan programatik juga bisa berdampak negatif terhadap brand recognition perusahaan media di mata pengiklan.
Kedua, pers Indonesia mesti menyeimbangkan akses langsung pengguna ke website media dengan akses tidak langsung pengguna yang difasilitasi platform media sosial, mesin pencari, atau agregator berita. Ketergantungan berlebihan terhadap platform digital ini membuat website media sangat rentan terhadap dampak negatif perubahan sistem algoritma yang selalu secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan dilakukan platform digital.
Ketergantungan terhadap platform digital dalam mendistribusikan konten dalam jangka panjang juga dapat membuat media mengalami krisis brand recognition di hadapan khalayaknya, serta kehilangan peluang terbaik untuk mengumpulkan dan mengelola data pengguna secara mandiri dan prospektif untuk mode periklanan yang lebih efektif.
Ketiga, menyambungkan poin kedua dan ketiga di atas, dapat ditegaskan penting media massa Indonesia mempertahankan atau meningkatkan hubungan langsung (direct relation) dengan kalangan pengiklan dan khalayak pengguna. Media massa harus menjadi pihak yang kredibel, mandiri, dekat dan terpercaya di mata pengiklan dan khalayak.
Keempat, komunitas media massa di Indonesia mesti secara bersama-sama mempertimbangkan inisiatif-inisiatif kolaborasi antar media.
Kelima, komunitas pers nasional Indonesia harus kembali kepada khittah sebagai kekuatan keempat demokrasi dan ruang publik yang beradab. Untuk menghindari tekanan disrupsi, media massa harus bisa menghadirkan sesuatu yang sulit ditemukan publik di jagat media baru.
Hal yang sulit diperoleh publik dari jagat media baru itu adalah kebaikan yang telah dipisahkan dari keburukan, kebenaran yang telah dilepaskan dari kabar bohong. Media massa profesional memiliki kemampuan lebih besar untuk mewujudkannya dibandingkan dengan media baru.
"Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa kembali kepada khittah jurnalisme berkualitas bukan hanya soal idealisme pers, tetapi juga soal bagaimana menyelamatkan diri dari gelombang disrupsi," pungkas Tim Perumus Konvensi Nasional Media Massa HPN 2022.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: