Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kekayaan Orang India Ini Kini Lebih Banyak dari Mark Zuckerberg

Kekayaan Orang India Ini Kini Lebih Banyak dari Mark Zuckerberg Kredit Foto: Startsunfolded/Gautam Adani
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pendiri Facebook Mark Zuckerberg telah kehilangan USD29 miliar (Rp416 triliun) dalam kekayaan bersih pada hari Kamis pekan lalu karena saham Meta Platforms Inc menandai rekor penurunan terbesar dalam satu hari.

Saham Meta turun 26%, menghapus lebih dari USD200 miliar (Rp2.871 triliun) dalam penghapusan nilai pasar satu hari terbesar yang pernah ada untuk sebuah perusahaan AS. Sehingga turut menurunkan kekayaan bersih pendiri dan CEO Mark Zuckerberg menjadi USD85 miliar (Rp1.220 triliun), menurut Forbes.

Melansir Live Mint di Jakarta, Jum'at (11/2/22) Zuckerberg memiliki sekitar 12,8% dari raksasa teknologi yang sebelumnya dikenal sebagai Facebook.

Baca Juga: Kekayaannya Terhapus Rp426 Triliun, Mark Zuckerberg Terdepak dari 10 Besar Miliarder Dunia

Penurunan kekayaan satu hari Zuckerberg adalah salah satu yang terbesar yang pernah ada setelah bos Tesla Inc, Elon Musk, kehilangan kertas satu hari senilai USD35 miliar (Rp502 triliun) pada bulan November.

Kini, Mark Zuckerberg berada di urutan No. 12 dalam daftar miliarder real-time Forbes, di bawah mogul bisnis India Mukesh Ambani dan Gautam Adani. Menurut daftar miliarder realtime Forbes, Adani bernilai USD90,1 miliar (Rp1.293 triliun), dan kekayaan Ambani mencapai USD90,0 miliar (Rp1.292 triliun).

Yang pasti, perdagangan saham teknologi tetap bergejolak karena investor berjuang untuk memperhitungkan dampak inflasi yang tinggi dan perkiraan kenaikan suku bunga. Saham Meta bisa pulih lebih cepat daripada pukulan terhadap kekayaan Zuckerberg di atas kertas.

Tahun lalu, Zuckerberg menjual saham Meta senilai USD4,47 miliar (Rp64 triliun, sebelum kekalahan teknologi 2021. Penjualan saham dilakukan sebagai bagian dari rencana perdagangan 10b5-1 yang telah ditentukan sebelumnya, yang digunakan para eksekutif untuk menghilangkan kekhawatiran tentang perdagangan orang dalam.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: