Fahmy mengatakan, untuk mengubah hal tersebut dibutuhkan biaya yang tidak murah. Ia mencontohkan adanya rencana PLN untuk melakukan pensiun dini kepada PLTU batu bara, di mana untuk pergantian semua hal tersebut membutuhkan biaya sebesar Rp123,5 triliun.
Besarnya biaya tersebut menurutnya tidak akan mampu ditanggung PLN sendiri, oleh karena itu pemerintah harus melibatkan pihak swasta.
"Saya kira sulit untuk mencapai 100 persen energi baru terbarukan untuk sektor kelistrikan tadi, maka harus ada keran dari swasta," ujarnya.
Meski begitu, tidak akan mudah mengajak swasta untuk berinvestasi di pembangkit listrik EBT jika tidak memberikan profit kepadanya. Dengan begitu, Fahmy mengatakan pemerintah harus memberikan insentif untuk swasta yang bisa menerapkannya.
"Pemerintah harus memberikan berbagai insentif untuk investasi bagi pembangkit yang menerapkan energi baru terbarukan, atau juga memberikan berbagai kemudahan dalam pembangunan pembangkit energi baru dan terbarukan tadi," jelasnya.
Fahmy melanjutkan, pemerintah juga harus mampu merevisi UU Kelistrikan yang mengatur semua produksi listrik harus di distribusikan oleh PLN. Menurutnya dengan diubahnya beberapa poin di UU tersebut, maka akan memperingan beban daripada PLN.
"Saya kira memang dibutuhkan penyesuaian UU kelistrikan yang sesuai kebutuhan sekarang terutama untuk mengejar target penggantian. Barangkali itu perlu ada semacam kelonggaran bagi swasta agar dia mau masuk ke investasi ke energi baru dan terbarukan," tutupnya.
Perencanaan matang
Peneliti Centre of Reform on Economics (CORE Indonesia) Yusuf Rendi Manilet mengatakan dalam mencapai target NZE ini maka proses transisi dari penggunaan energi konvensional ke Energi Baru Terbarukan perlu dijalankan secara matang dan bertahap.
"Tahapan ini penting untuk mengukur berapa kebutuhan investasi baru yang diperlukan oleh PLN," ujar Yusuf saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (11/2/2022).
Yusuf mengatakan, hal yang dapat dilakukan PLN salah satunya adalah batu bara yang selama ini menjadi sumber utama energi dari pembangkit PLN bisa ditransformasikan menjadi gasifikasi batu bara.
"Saya kira inisiasinya sebelumnya telah dilakukan oleh pemerintah, tinggal memikirkan bagaimana strategi memperluasnya termasuk ke dalam penggunaan oleh PLN," ujarnya.
Meski begitu, investasi untuk dapat melakukan gasifikasi batu bara tidaklah murah. Malah dari itu, Yusuf mengatakan jika ingin digunakan secara luas oleh PLN maka diperlukan penambahan investasi.
"Selain mengundang investasi dari luar melalui skema FDI, pemerintah juga bisa memanfaatkan Lembaga Pembiayaan Investasi (LPI) untuk untuk mencari pembiayaan investasi untuk PLN," ungkapnya.
Yusuf melanjutkan, selain investasi ada tahapan lain yang harus dipikirkan ke depan jika nantinya transisi energi tersebut sudah berhasil dilakukan oleh PLN.
"Apakah kemudian proses transisi ini akan dilimpahkan ke konsumen dengan kenaikan tarif. Jika ya seberapa besar dan kapan waktunya, tentu ini perlu juga dipikirkan mempertimbangkan willingness dan ability to pay dari konsumen PLN itu sendiri," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti