Dadan mengatakan, guna mencapai hal tersebut, pihaknya bersama dengan PT PLN (Persero) akan memastikan operasi komersial atau commercial operation date (COD) proyek-proyek pembangkit bisa sesuai.
Maka dari itu, untuk dapat memastikan hal tersebut sesuai dengan yang ditargetkan, pemantauan akan terus dilakukan. "Tidak mungkin oleh PLN sendiri. Ada swastanya, kami dorong iklim investasi dukung ke sana. Kita juga ada program-program yang lain, Indonesia dalam beberapa hal lebih maju," ujarnya.
Selain target EBT yang masih jauh dari capaian yang diinginkan, Dadan mengungkapkan, konsumsi listrik Indonesia juga masih sangat rendah bahkan jika dibandingkan dengan Malaysia yang konsumsi listrik dalam negeri hanya 1/3 dari konsumsi listrik negeri Jiran.
Melihat itu, Dadan mengungkapkan ini merupakan sebuah peluang karena konsumsi listrik di Indonesia masih akan terus tumbuh lebih cepat sehingga kelebihan pasokan yang dialami PLN ini sifatnya hanya sementara.
"Sifatnya sementara saya melihat, PLN pun saya kira melihat demikian. Kita akan lewati waktu-waktu tersebut dan bertahap bagaimana EBT-nya bisa bertambah," jelasnya.
Bukan hanya itu, Indonesia juga memiliki potensi EBT yang sangat besar. Pemanfaatan EBT harus sama-sama didorong."Dari sisi potensi, presiden sampaikan dengan jelas dalam beberapa sambutan ada potensi energi besar pemanfaatan masih bertahap dilakukan," tutupnya.
Tantangan untuk PLN
Rencana pemerintah untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060 tidak akan mudah dilakukan terutama dari sektor kelistrikan.
Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Toto Pranoto mengatakan, target PLN untuk mengubah haluan energi fosil menjadi energi ramah lingkungan bukan perkara mudah.
"Target PLN Shifting ke EBT dengan yarget 60 persen bukan perkara mudah," ujar Toto saat dikonfirmasi Warta Ekonomi, Sabtu (12/2/2022).
Toto mengatakan, target energi nasional dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang mensyaratkan proporsi EBT 25 persen pada 2023 masih sangat jauh realisasinya.
Menurutnya, guna dapat memperlancar peralihan energi tersebut PLN membutuhkan dana yang cukup besar.
"Artinya ini memang tidak mudah. Dibutuhkan dana capex besar untuk konversi dari energi fossil ke sumber energi berbasis EBT," ujarnya.
Toto melanjutkan, peralihan energi ini dirasa semakin berat, pasalnya posisi PLN sendiri masih mengandalkan sebagian besar energi pembangkit dari batu bara.
"Rencana konversi ke EBT artinya butuh sumber pendanaan besar. Sementara utang PLN sendiri saat ini sudah relatif tinggi. Ini akan menjadi prioritas yang harus dibereskan dulu oleh PLN," tegasnya.
Ajak Swasta
Pengamat Energi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan salah satu syarat untuk mencapai NZE 2060 adalah seluruh pembangkit listrik PT PLN harus sudah menggunakan energi baru terbarukan (EBT). Target tersebut rasanya sulit dicapai pada sektor kelistrikan, pasalnya saat ini 60 persen dari pasokan energi berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
"Mau tidak mau PLN harus melakukan penggantian pembangkit batubara tadi," ujar Fahmy ketika dikonfirmasi Warta Ekonomi, Jumat (11/2/2022).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti