Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Quick Commerce Hingga Otomatisasi Operasional Jadi Tren Industri Logistik 2022

Quick Commerce Hingga Otomatisasi Operasional Jadi Tren Industri Logistik 2022 Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tahun 2022 merupakan tahun yang penuh dengan perubahan lanskap industri, termasuk di dalamnya adalah industri logistik. Beberapa tren yang berkembang akan mempengaruhi pertumbuhan logistik di Asia Tenggara khususnya Indonesia. 

Menurut Soham Chokshi, CEO dan Co-founder perusahaan penyedia platfom logistik berbasis Software as-a-Service (SaaS) Shipsy, ada tiga tren kunci pada tahun ini yaitu Quick Commerce atau perdagangan cepat, e-Niaga lintas batas serta otomatisasi operasional industri.

“Dalam lima tahun ke depan, Quick Commerce akan tumbuh 10 hingga 15 kali lipat dengan potensi pasar 5 milliar dollar pada tahun 2025 berdasarkan riset RedSeer. Ekspektasi yang berkembang akan mendorong pelanggan untuk memanfaatkan pengiriman berbasis hiperlokal untuk memenuhi kebutuhan pengantaran mereka,” tuturnya saat dihubungi (23/2/2022).

Baca Juga: Astra, Hongkong Land, LOGOS Bentuk Perusahaan Patungan: Kelola dan Kembangkan Gudang Logistik Modern

Selain itu, tambah Soham, e-Niaga lintas batas akan tumbuh secara signifikan tahun ini.  Sejumlah riset mengindikasikan bahwa pasar e-Niaga lintas batas global tumbuh pada CAGR 17,4 persen untuk mencapai 2.248,57 Miliar dollar pada tahun 2026. 

“Asia Pasifik siap menjadi pusat e-Niaga terbesar untuk ekspor dan impor. Pelaku bisnis harus mengembangkan visibilitas pengiriman dan kemampuan skalabilitas untuk memanfaatkan peluang yang muncul.”

Baca Juga: Kargo Technologies Terima Pendanaan dari Teleport: Perkuat Konektivitas Logistik Pasar Asia Tenggara

Di sisi lain, otomatisasi dapat mempercepat proses dan menetapkan tugas ke mitra atau sumber daya pengiriman yang tepat tanpa kesalahan sehingga bisa memenuhi pesanan tepat waktu. 

Dengan memanfaatkan platfom manajemen logistik yang cerdas, kendala seperti biaya, beban kerja pengemudi, kedekatan dengan lokasi pelanggan, bisa dipertimbangkan lebih awal sebelum menugaskan ke eksekutif pengiriman terdekat untuk penyelesaian yang lebih cepat.

“Platform seperti ini bisa mendorong tingkat net allocation rate hingga 99 persen,” katanya. 

Menurut Soham, selain tren, ada juga beberapa tantangan yang dihadapi oleh industri logistik di Asia Tenggara, seperti ketidakmampuan dalam memperbesar skala pengiriman untuk memenuhi volume pesanan yang melojak. Akibatnya, banyak peluang bisnis yang hilang akibat ketidakmampuan tersebut.

“Di sinilah teknologi dibutuhkan yang bisa membantu pelaku industri untuk melakukan skala operasi pengiriman seperti alokasi tugas, pemilihan 3PL, penjadwalan pengiriman, manajemen pengemudi, perencanaan rute, penyusunan daftar, manajemen kapasitas berdasarkan data historis, biaya, produktivitas, kedekatan dari toko dan lainnya.”

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: