Tidak stabilnya perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19 yang terlihat dari meningkatnya beberapa kebutuhan pokok pada beberapa bulan terakhir akan semakin diperparah dengan adanya perang antara Rusia dan Ukraina.
Ekonom Senior INDEF Fadhil Hasan mengatakan, agresi yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina akan memperparah perekonomian dunia maupun Indonesia.
Baca Juga: Presiden Ukraina Teriak Minta Bantuan Lawan Rusia tapi Negara-negara Barat Irit Bicara
Menurutnya, jika dilihat dari sisi ekonomi agresi tersebut setidaknya akan berpengaruh terhadap beberapa hal seperti meningkatnya harga minyak dunia.
"Dengan adanya agresi militer Rusia di Ukraina yang pertama adalah harga minyak dunia kita mengetahui Rusia menjadi produsen terbesar ke empat di dunia dengan produksi sekitar 10 juta barel setiap hari. saya kira ini denyan adanya serangan ini akan berdampak pada produksi minyak bumi," ujar Fadhil dalam diskusi virtual, Jumat (25/2/2022).
Fadhil mengatakan, hal tersebut diperburuk dengan titah Amerika Serikat kepada Jerman untuk menunda Project Nord Streem 2 yang melewati laut hitam.
Dengan melihat kondisi Indonesia yang merupakan importir minyak dunia maka hal tersebut akan cukup berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Indonesia.
"Seperti diketahui bahwa kita adalah negara importir minyak mungkin salah satu yang terbesar dimana kita mengimpor sebagian sekitar 700 ribu minyak dan gas," ujarnya.
Fadhil melanjutkan, dengan potensi turunnya produksi minyak dunia setelah agresi tersebut akan berdampak cukup signifikan pada perekonomian dunia. Ia mengatakan berdasarkan studi yang ada.
"Terlihat apabila harga minyak bumi menyentuh 110 dollar per barel maka itu akan menciptakan pertumbuhan ekonomi dunia turun 1 persen dan kalau misalnya pertumbuhan ekonomi dunia turun 1 persen saya rasa akan berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi indonesia," jelasnya.
Lebih lanjut,Agresi militer yang dilakukan oleh Rusia juga akan memperburuk kondisi inflasi dunia yang sebelumnya sudah diperkirakan akan terjadi setelah rencana Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk menaikan tingkat suku bunga.
"Inflasi di amerika sekarang sudah berkisar 7,5 persen, saya kira ini akan membawa inflasi akibat agresi rusia ini ketingkst yang lebig tinggi lagi," paparnya.
Selain itu, dengan kondisi perekonomian Indonesia yang menggunakan sistem terbuka maka dua hal tersebut akan berdampak langsung ke perekonomian nasional. Beberapa kondisi seperti inflasi tentunya akan dipertimbangkan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan suku bunga dengan suku bunga The Fed.
"Dari sisi inflasi saya kira mungkin BI akan juga menyesuaikan yang dilakukan The Fed terhadap tingkat suku bunganya dan juga inflasi tentunya akan memukul daya beli masyarakat dan dari sisi risiko fiskal juga semakin besar karena utang kita itu dalam mata uang usd juga cukup besar dan juga akan berpengaruh juga terhaeap ekspor impor," ujar Fadhil.
Untuk itu, Fadhil mengatakan pemerintah harus percaya diri dalam menerapkan berbagai risiko mitigasi dalam pengelolaan perekonomian di tahun 2022.
"Pemerintah untuk menerapkan berbagai risiko mitigasi dan langkah-langkah yang prudent dalam pengelolaan perekonomian kita di tahun 2022 sementara kita masih menghadapi berbagai persoalan struktural salah satunya adalah terkait pandemi covid 19 dll yang belum selesai jadi saya kira ini adalah tantangan yang berat yang akan dihadapi perekonomian kita di tahun 2022 ini," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Alfi Dinilhaq
Tag Terkait: