Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mantan Ketua MK Buka-Bukaan Kalau Pemilu Bisa Saja Ditunda

Mantan Ketua MK Buka-Bukaan Kalau Pemilu Bisa Saja Ditunda Hamdan Zoelva. | Kredit Foto: Partai Demokrat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mengkritik wacana penundaan pemilu. Menurut dia, penundaan pemilu sama artinya dengan merampas hak rakyat memilih pemimpin lima tahun sekali. Pakar hukum tata negara itu mengatakan bahwa tidak ada alasan yang membenarkan pemilu ditunda. 

"Penundaan Pemilu Merampas Hak Rakyat. Pasal 22E UUD 1945 Pemilu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun. Kalau ditunda, harus mengubah ketentuan tersebut, berdasarkan mekanisme Pasal 37 UUD 1945. Dari segi alasan tidak ada alasan moral, etik dan demokrasi menunda pemilu," katanya di akun Twiternya, @hamdanzoelva, Sabtu (26/2/2022). 

Baca Juga: Wacana Pemilu 2024 Ditunda Ramai, Muhammadiyah Menolak dan Bilang Begini

Tetapi, kata dia, bila memaksakan diri maka keinginan politik MPR tak bisa dihambat. Putusan MPR sah dan formal. Meskipun belum tentu mendapatkan dukungan mayoritas rakyat. 

"Bahkan dapat dikatakan merampas hak rakyat memilih pemimpinnya 5 tahun sekali. Tapi kakau dipaksakan dan kekuatan mayoritas MPR setuju, siapa yang dapat menghambat. Putusan MPR formal sah dan konstitusional. Soal legitimasi rakyat urusan lain," ujarnya.  

"Namun masalah selanjutnya jika pemilu ditunda untuk 1-2 tahun, siapa yang jadi presiden, anggota kabinet (Menteri), dan anggota DPR, DPD dan DPRD seluruh Indonesia, karena masa jabatan mereka semua berakhir pada September 2024," katanya lagi.

Dia menegaskan, UUD 1945 tidak mengenal pejabat presiden. Hanya, kata dia, menurut Pasal 8 UUD 1945 jika presiden dan wapres, mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan dilakukan oleh Mendagri, Menlu dan Menhan.

"Tetapi itu pun tetap jadi problem, karena jabatan Mendagri, Menlu dan Menhan berkahir dengan berhenti atau berakhirnya masa jabatan presiden dan wapres yang mengangkat mereka, kecuali MPR menetapkannya lebih dahulu sebagai pelaksana tugas kepresidenan," katanya. 

Dia menambahkan, berdasarkan Pasal 8 UUD 1945 MPR dapat saja mengangkat presiden dan wapres menggantikan presiden-wapres yang berhenti atau diberhentikan, sampai terpilihnya presiden dan wapres hasil pemilu. MPR, kata ria, memilih dan menetapkan salah satu dari dua pasangan calon presiden dan wapres yg diusulkan Parpol atau gabungan Parpol yang pasangan Capresnya memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam Pemilu.

Baca Juga: Terkait Penundaan Pemilu 2024, Yusril Ihza Mahendra: Kita Wajib Menjunjung Hukum dan Konstitusi

Dalam kondisi seperti itu, kata dia, siapa saja dapat diusulkan oleh Parpol atau gabungan Parpol menjadi pasangan calon presiden dan Wapres, tidak harus presiden yang sedang menjabat. 

"Tetapi masalahnya tidak berhenti di situ, siapa yang memperpanjang masa jabatan anggota MPR (DPR-DPD)dan DPRD? Padahal semuanya harus berakhir pada 2024, karena mereka mendapat mandat terpilih pelalui pemilu. Untuk keperluan tersebut, ketentuan UUD mengenai anggota MPR pun harus diubah, yaitu anggota MPR tanpa melalui pemilu dan dapat diperpanjang. Lalu, siapa yang perpanjang, juga jadi persoalan. Jika dipaksakan dapat dilakukan oleh presiden atas usul KPU. Tetapi sekali lagi UUD terkait anggota MPR harus diubah dulu," katanya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: