Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kasus Phising Makin Marak, Masyarakat Diminta Tak Tergiur: Kalau Terlalu Indah Bisa Jadi Penipuan

Kasus Phising Makin Marak, Masyarakat Diminta Tak Tergiur: Kalau Terlalu Indah Bisa Jadi Penipuan Person holding white Android smartphone in white shirt. | Kredit Foto: Unsplash/NordWood Themes
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kaspersky mencatat ada 1,6 juta upaya phishing atau mencuri akun di dunia maya terjadi di Asia Tenggara pada Januari-Juni 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 749,9 ribu kasus terjadi di Indonesia.

Phishing merupakan salah satu teknik dari Social Engineering yang banyak digunakan oleh para peretas untuk mengelabui korban.

Peretas mengirimkan sebuah tautan dengan judul yang menarik untuk dibuka oleh korban, biasanya berkaitan dengan hadiah, voucher, diskon, dll.

Baca Juga: Prediksi Keamanan Siber 2022, Kaspersky: Dari Penipuan Online hingga Serangan Cryptocurrency

Link tersebut mengarahkan pada diunduhnya program berbahaya. Program ini dapat secara otomatis bekerja di komputer korban dan mencuri kredensial, password, akun, informasi kartu kredit, dan lainnya. Biasanya link hadiah, voucher secara tiba-tiba diperolah dari WhatsApp, SMS atau email.

Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho mewanti-wanti untuk hati-hati dan tidaak sembarangan masuk ke tautan tersebut.

"Kalau terlalu indah menjadi kenyataan, hati-hati. Kita tidak pernah ngapa-ngapain tiba tiba-tiba dapat hadiah," kata Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, Minggu (27/2/2022).

Baca Juga: OJK Peringati Bank Waspadai Penipuan Berkedok Kripto

Dia mengatakan Mafindo setiap minggu mendapatkan laporan penipuan. Septiaji mengatakan laporan tersebut tidak pernah berhenti, masih ada terus setiap minggunya artinya masih banyak korban-korban yang tertipu.

"Kalau mendapat SMS atau WhatsApp dari promosi perusahaan, nomornya pasti berbeda bukan nomor biasa," ungkapnya

Dia melanjutkan bila masyarakat masih penasaran apakah hal tersebut benar atau tidak, bisa dilihat dari website resmi perusahaan atau bisa bertanya melalui akun sosial media mereka sebelum link tersebut di-klik.

Dia menyarankan agar para korban melaporkan, dan berani berbicara.

Di sisi lain dia melihat bahwa literasi digital masyarakat masih rendah. "Ini merupakan kewajiban kita bersama agar untuk mengedukasi masyarakat," kata dia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: