Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Meski Tak Sebut Azan, Menag Bisa Diproses Hukum! Yang Ngomong Bukan Orang Sembarangan

Meski Tak Sebut Azan, Menag Bisa Diproses Hukum! Yang Ngomong Bukan Orang Sembarangan Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Atip Latfhifulhayat menilai Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas masih bisa diproses secara hukum terkait pernyataan azan dan gonggongan anjing. Meskipun, kata dia, Yaqut tidak menyebut secara langsung kata azan.

"Betul tidak menyebut secara eksplisit adzan. Tapi konteks pembicaraan Menag dalam kerangka menjelaskan surat edaran Menag terkait dengan pengaturan pengeras suara yang digunakan untuk adzan," katanya saat dikonfirmasi Populis.id pada Rabu (02/03/2022).

"Dengan demikian, perumpamaan yang digunakan oleh Menag itu tidak bisa dilepaskan dari konteks pembicaraan soal adzan. Jadi proses hukum tetap bisa dilakukan," sambungnya.

Baca Juga: Ucapan Menag Yaqut Tak Hanya Mirip dengan Kasus Edy Mulyadi, Tapi Lebih Parah!

Perihal SE Pengeras Suara Masjid dan Musala, ia menilai ada dua sebab Yaqut membandingkan azan dengan suara anjing menggonggong. Pertama, Menag tidak memahami tradisi azan yang sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.

"Menag tidak memahami dan kurang arif dalam menyikapi tradisi adzan yang menggunakan pengeras suara. Sebelumnya, panggilan dan pemberitahuan waktu Salat ini menggunakan perangkat tradisional seperti kentongan dan bedug," katanya.

Ia menegaskan bahwa panggilan sholat sudah dipraktikkan sejak lama. Kemudian setelah ditemukan teknologi, panggilan dan pemberitahuan waktu sholat ini menggunakan pengeras suara. 

"Dan sejak dahulu juga tidak ada yang merasa terganggu, bahkan sudah dianggap sebagai bagian dari tradisi umat Islam Indonesia. Karena memang sejak dahulu suara azan sudah dikumandangkan di penjuru negeri," paparnya.

Kedua, Atip mengungkapkan bahwa Menag terlalu berlebihan merespon keluhan individual dan kasuistis dan kemudian digeneralisir menjadi keberatan atau keluhan umum.

Akibatnya, masalah ini yang sebetulnya dapat diselesaikan dengan pendekatan edukatif, justru didekati dengan pendekatan hukum, padahal tidak ada masalah hukum. 

"Padahal perkara pengeras suara ini bisa diselesaikan secara lebih arif dengan langsung melakukan edukasi ke DKM-DKM. Bukan melalui pendekatan hukum yang notabene tidak ada masalah hukum," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: