Pemilu adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 2.
Dimana di dalamnya termaktub Pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun untuk memilih Presiden, Anggota DPR dan DPD, lalu membentuk MPR, hingga kepala daerah.
Belakangan ini para elite maupun pejabat publik gencar menyuarakan penundaan pemilu karena berbagai alasan dan argumen yang menurut mereka masuk akal. Jika pesta demokrasi lima tahunan ini ditunda tentu menguntungkan bagi mereka yang dipilih rakyat pada pemilu sebelumnya.
Baca Juga: Kekeh Usul Pemilu 2024 Ditunda, Cak Imin Sebut Sedang Perjuangkan...
Sementara rakyat yang memilih mereka akan menanggung kerugian. Apa ruginya bagi rakyat?
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi menjelaskan jadi ruginya itu pada taraf yang paling dasar terkait dengan mengapa pejabat publik mendapatkan mandat demokratik kalau Pemilu ditunda.
“Maka Presiden, DPR, DPD, termasuk kepala daerah tidak punya mandat demokratik untuk mengelola hidup publik,” jelas Burhanuddin Muhtadi dilihat dari Youtube channel Najwa Shihab, Senin (21/3/2022).
Pasalnya, setelah lima tahun sejak dilantik, masa jabatan anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden dan Wakil Presiden berakhir dengan sendirinya.
Burhanuddin mengurai, kalau misalnya jabatan mereka diperpanjang melalui penundaan pemilu pertanyaan yang wajib kita ajukan adalah mereka mewakili siapa?
Sementara pemilu adalah satu-satunya mekanisme demokrasi agar pejabat publik bisa mengatasnamakan rakyat.
“Nah kalaupun mereka tunda pemilu, apa dasar publik atau rakyat mengikuti perintah dan kewenangan yang mereka punya,” tandasnya.
Berdasarkan survei nasional Indikator Indonesia pada Desember 2021 jelas menunjukkan bahwa mayoritas publik setuju pemilu tetap diadakan pada 2024 meski dalam keadaan pandemi sekalipun.
Hanya seperempat warga yang setuju pemilu ditunda hingga 2027 dengan alasan pandemi atau pemulihan ekonomi.
Bahkan jika memakai formulasi pertanyaan yang lain, mayoritas responden tidak setuju masa jabatan Presiden Jokowi ditambah hingga 2027.
Hal ini menunjukkan aspirasi sebagian elit yang menginginkan perpanjangan jabatan presiden hingga 2027 tidak sesuai preferensi mayoritas warga.
Baca Juga: Rakor Terkait Penundaan Pemilu Dibatalkan Mahfud MD, Ternyata karena...
Grafik ini menunjukkan bahwa tidak semua responden yang puas atas kinerja Presiden Jokowi setuju perpanjangan masa jabatan hingga 2027.
“Mereka puas terhadap kinerja Jokowi bukan berarti menginginkan masa jabatan ditambah. Itu dua hal yang berbeda,” tekan Burhanuddin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar