Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melakukan prosesi penggabungan tanah dan air dari seluruh Provinsi di Indonesia yang dibawa oleh masing-masing Gubernur, di Ibu Kota Negara (IKN). Prosesi itu menjadi simbol harapan dan mulainya pembangunan Ibu kota yang terletak di Kalimantan Timur, Kabupaten Penajem Panser Utara tersebut.
Direncanakan pemerintah, mega proyek tersebut akan menelan dana sekitar Rp466 Tirilun yang 19,2% persennya dibebankan dari APBN atau senilai Rp89,4 triliun, KPBU sebesar 54,4% atau sekitar Rp253,4 Triliun dan dari Swasta sebesar 26,4% atau sekitar Rp123,2 Tirilun. Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat menyebut, pihak Swasta yang dimaksudkan seharusnya berbentuk Foreign Direct Investment (FDI). Namun, menurutnya, Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono justru menarasikan hal yang bertolak belakang dan tidak masuk akal.
Baca Juga: Moeldoko Sebut Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur Tak Bisa Diganggu Gugat
"Kepala otorita IKN, Bambang Susantono mengusulkan ide dana urunan (crowdingfund) untuk membangun IKN. Hal ini sangat aneh karena dana urunan membutuhkan konsensus dari publik sementara penyusunan UU IKN dinilai tidak partisipatif karena terbukti digugat oleh kelompok masyarakat," katanya dalam keterangan tertulis.
Bagi Achmad, ide dana urunan adalah ide buruk, dan menunjukan keputusasaan karena investor asing mulai mundur dari pembangunan IKN. Beberapa negara seperti UEA memang sudah tunjukan komitmen untuk menggelontorkan dana 20 Miliar USD, namun Arab Saudi belum berikan keputusan angka komitmennya. Dan ada kemungkinan, Arab Saudi ogah gelontorkan dana karena dibutuhkan untuk proyek dalam negerinya seperti proyek pariwisata baru, Jeddah Center, yang bernilai 20 Miliar USD.
Lebih lanjut, Achmad menyebut, pasca mundurnya investor besar IKN, SoftBank, kelayakan pembangunan IKN menurun drastis. Pasalnya, proyek ini telah kehilangan sumber dana terbesarnya, dan belum mendapat pengganti investor dengan gelontoran dana setara SoftBank. Alhasil, proyek IKN yang belakangan gencar di glorifikasi menjadi tidak jelas kelanjutannya.
Baca Juga: Luhut Pandjaitan Ajak Singapura Garap Food Estate dan Ibu Kota Baru
"Pasca hengkangnya Investor besar proyek IKN yaitu SoftBank, kelayakan pembangunan IKN menjadi menyusut 80% dan tidak sesuai dengan desain awal. Bagaimana tidak dana 100 miliar USD atau setara Rp1430 Triliun tiba-tiba tidak tersedia sementara yang tersedia hanya komitmen UEA yaitu sekitar 20% dari 100 miliar USD, Itu pun dinilai belum kongkret karena dananya belum masuk ke otorita IKN alias baru komitmen lisan," ujar pakar kebijakan publik itu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Adrial Akbar
Editor: Adrial Akbar