Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Fakta-fakta Tuduhan Kejahatan Perang terhadap Rusia, Bisakah Vladimir Putin Dihukum?

Fakta-fakta Tuduhan Kejahatan Perang terhadap Rusia, Bisakah Vladimir Putin Dihukum? Kredit Foto: New York Times/Sergei Savostyanov
Warta Ekonomi, Kiev, Ukraina -

Sudah sebulan lebih Rusia melancarkan invasinya ke Ukraina dengan dalih 'operasi militer khusus' untuk demiliterisasi dan denazifikasi di negara tersebut. Beragam kisah yang menyayat hati pun mengalir dari Ukraina.

Rumah sakit bersalin dibom di Mariupol. Seorang ibu tewas bersama anak-anaknya saat melarikan diri dari Irpin melalui koridor kemanusiaan. Gedung apartemen terbakar. Seorang anak meninggal karena dehidrasi di kota yang terkepung sehingga tak bisa mengakses bantuan kemanusiaan.

Baca Juga: Sebuah Gudang Makanan di Ukraina Rata dengan Tanah Gegara Dihantam Rusia

Kisah-kisah ini pun membentuk konsensus global yang semakin berkembang bahwa Rusia harus bertanggung jawab atas kejahatan perang di Ukraina. Pemerintah Amerika Serikat (AS) juga telah menyatakan secara resmi pada 23 Maret bahwa militer Rusia telah melakukan kejahatan perang di Ukraina.

Masalah kejahatan perang ini pun mencuatkan berbagai pertanyaan, terutama apakah Presiden Rusia Vladimir Putin dapat dimintai pertanggungjawaban dan bagaimana proses peradilannya?

Dihimpun AKURAT.CO dari berbagai sumber, ini 5 fakta tuduhan kejahatan perang terhadap Rusia.

1. Dugaan kejahatan perang di Ukraina

Kejahatan perang berarti terjadi pelanggaran terhadap hukum perang. Konsepnya sangat sederhana, meski susunan hukum pidana internasional telah dibangun selama beberapa dekade. Jika militer tak punya alasan yang diperlukan untuk menargetkan sesuatu, itu adalah kejahatan perang.

Prinsip-prinsip inti hukum humaniter internasional diabadikan dalam Konvensi Jenewa yang sebagian besar mulai berlaku setelah Perang Dunia II dan Statuta Roma yang membentuk Pengadilan Kriminal Internasional pada 1998. Hukum ini memberikan perlindungan bagi warga sipil selama perang serta bagi tawanan perang dan korban luka.

Dugaan kejahatan perang yang telah dilaporkan di Ukraina meliputi meluasnya perusakan rumah penduduk, penembakan terhadap warga sipil saat mereka mengungsi melalui koridor yang aman, menargetkan rumah sakit, menggunakan senjata seperti bom klaster di wilayah sipil, serangan terhadap pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), dan sengaja memblokir akses ke bantuan kemanusiaan atau kebutuhan dasar, seperti makanan dan air.

2. Sulitnya mendapat bukti kejahatan perang oleh Rusia

Untuk menyatakan Rusia melakukan kejahatan perang tentu dibutuhkan bukti. Namun, bukan hal yang mudah untuk mendapatkannya. Misalnya, menghancurkan rumah sakit bukanlah bukti kejahatan perang. Jaksa harus menunjukkan bahwa serangan itu disengaja atau setidaknya merupakan tindakan sembrono.

Kejahatan terhadap kemanusiaan terjadi ketika suatu negara melancarkan serangan yang meluas atau sistematis terhadap warga sipil yang melibatkan pembunuhan, deportasi, penyiksaan, penghilangan, atau tindakan tak manusiawi lainnya.

Sementara itu, pengerahan warga Ukraina untuk melawan penjajah Rusia dapat memperumit kasus terhadap Putin. Pasalnya, Rusia dapat memanfaatkan pengaburan perbedaan antara warga sipil dan militan sebagai pembenaran untuk menyerang di wilayah sipil.

Di sisi lain, pemerintah AS secara resmi menyatakan militer Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina berdasarkan laporan yang mereka klaim dapat dipercaya.

Pernyataan Menteri Luar Negeri Antony Blinken menyebut serangan tanpa pandang bulu dan serangan yang sengaja menargetkan warga sipil, termasuk penghancuran gedung apartemen, sekolah, dan rumah sakit.

Namun, Beth Van Schaack, duta besar AS untuk peradilan pidana global, tak bisa menjelaskan secara rinci tentang insiden mana yang dinilai AS sebagai kejahatan perang.

3. Keterbatasan Pengadilan Kriminal Internasional

Berlokasi di Den Haag, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) dapat menuntut individu atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan kejahatan agresi.

ICC memegang kekuasaan atas 123 negara anggotanya. Ukraina tak termasuk di antara mereka, tetapi telah memberikan yurisdiksi ICC.

Pada 28 Februari, Kepala Jaksa ICC Karim Khan mengumumkan akan menyelidiki dugaan kekejaman di Ukraina setelah 39 negara anggota meminta untuk melakukannya. Sejak itu, lebih banyak negara telah menandatangani permintaan tersebut.

Namun, ICC tak punya kekuatan untuk menyelidiki Rusia atas kejahatan agresi, keputusan untuk melancarkan perang tanpa alasan terhadap negara lain. Padahal, dakwaan tersebut akan menjadi cara termudah untuk menuntut pertanggungjawaban Putin.

Pasalnya, Rusia bukanlah anggota ICC. Meski begitu, Dewan Keamanan PBB dapat memberikan suara untuk merujuk suatu masalah ke ICC. Namun, Rusia punya kursi di Dewan Keamanan PBB, sehingga dapat dengan mudah menggagalkan inisiatif semacam itu.

4. Bisakah Putin diadili?

ICC tak dapat mengadili seseorang secara in absentia. Jadi, persidangan tak dapat digelar jika Putin tak hadir secara langsung di ruang pengadilan.

Meski begitu, ICC tetap dapat mendakwa Putin, meski ia berada di Moskow, dan menerbitkan surat perintah internasional untuk penangkapannya. Ini akan sangat membatasi perjalanan Putin ke luar negeri dan merusak posisinya baik di dalam maupun di luar negeri.

Jika Putin telah didakwa lalu bepergian ke negara yang masuk yurisdiksi ICC, negara itu akan diwajibkan untuk menahannya.

5. Hukuman bagi terpidana kejahatan perang

Menurut Wayne Jordash, seorang pengacara humaniter Inggris yang bekerja di Ukraina, jika Putin divonis bersalah atas kejahatan perang, ia mungkin dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Berdasarkan penjelasannya, setiap hukuman penjara di atas 20 tahun otomatis merupakan hukuman seumur hidup bagi Putin karena usianya hampir 70 tahun.

Putin pun dapat ditahan di negara mana saja yang telah bersepakat dengan ICC untuk menahan terpidana ICC, termasuk Inggris. Inggris sendiri telah membui Radovan Karadzic, mantan pemimpin Serbia Bosnia yang dihukum karena genosida, dan Charles Taylor, mantan presiden Liberia yang dihukum karena kejahatan perang.

Di sisi lain, ada kritik yang menyoroti sejumlah hukuman yang dijatuhkan ICC terlalu ringan. Kondisi penjara bagi mereka yang dihukum juga relatif mewah, berbeda dari harapan.

Tindakan pengadilan tak hanya datang dari ICC. Pada 1 Maret, Pengadilan HAM Eropa memerintahkan Rusia untuk berhenti menyerang warga sipil, termasuk membombardir rumah, rumah sakit, dan sekolah, serta menyiapkan jalur evakuasi yang aman dan akses ke bantuan kemanusiaan.

Kemudian, pada 16 Maret, Mahkamah Internasional memerintahkan Rusia untuk menangguhkan operasi militer di Ukraina. Namun, Rusia mengabaikan keduanya begitu saja.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: