Pernyataan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang mengizinkan keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) mendaftar dalam proses seleksi penerimaan prajurit TNI, menjadi sorotan. Namun, apa yang disampaikan Jendral Andika tersebut dinilai tidak semudah yang dikatakan.
Pengamat Militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi, mengatakan apa yang disampaikan Panglima TNI Jenderal Andika pelaksanaan tidak semudah seperti yang disampaikan. Karena, ia melihat sampai saat ini masih banyak hambatan yang membuat kebijakan seleksi penerimaan anggota TNI dari keturunan PKI tersebut bisa diterapkan tanpa memunculkan polemik dan persoalan lain.
Baca Juga: Panglima TNI Andika Perkasa Bolehkan Keturunan PKI Daftar TNI, Profesor Suteki Nyalakan Tanda Bahaya
Pertama, jelas dia, hingga saat ini Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 berisi tentang pelarangan organisasi dan ideologi komunis/PKI dan ideologi yang berseberangan dengan Pancasila belum sepenuhnya dicabut. Dengan belum resminya aturan Tap MPRS nomor 25 ini dicabut, aturan pelarangan PKI tersebut masih berlaku.
Kedua, kata Muradi, di internal TNI juga harus memiliki kesamaan dan kesepahaman bersama menerima keturunan dari tokoh PKI ini. Dengan demikian, tidak ada lagi perbedaan sikap dan pandangan terkait keturunan PKI, termasuk orang-orang yang dikaitkan dengan ideologi komunis.
Ketiga, lanjut dia, aturan terkait organisasi masyarakat (ormas) yang bertentangan dengan pancasila seperti komunisme dicabut, sedangkan dalam aturan itu juga ormas radikal masuk di dalam aturan tersebut.
"Jadi kalau saya melihatnya apa yang disampaikan Panglima TNI itu, pelaksanaannya belum bisa diterapkan, sampai pada ketiga hal tersebut sudah dijalankan. Karena membongkar itu, tidaklah mudah. Apalagi ditambah ada mindset dan stereotipe di masyarakat terkait keturunan PKI ini," kata Muradi kepada wartawan, Kamis (31/3/2022).
Sementara itu, ia masih berkeyakinan banyak para purnawirawan hingga perwira TNI aktif yang masih berpandangan negatif terhadap keturunan PKI. Hal itu sangat terlihat jelas, bagaimana isu-isu PKI dan komunisme menjadi bahan untuk menyerang kubu politik tertentu.
"Karena itu, saya masih belum yakin dengan penerimaannya. Sedangkan isu komunisnya saja jadi bahan serangan politik, apalagi keturunan PKI mau diterima di tubuh TNI," tegasnya.
Karena selama ini, stereotipe terkait keturunan PKI ini bukan sekadar darah, melainkan juga pemahaman dan ideologi yang masih diyakini dan diturunkan kepada anak cucunya. Menurut dia, inilah yang menjadi persoalan, dan itulah yang masih sering ditegaskan dalam pembincangan dan diskusi soal pencabutan Tap MPRS nomor 25 tersebut.
Karena itu, ia mengajak semua pihak bukan hanya di internal tubuh TNI, kalau memang persoalan keturunan PKI ini dianggap tidak lagi jadi persoalan, maka harus diselesaikan secara menyeluruh/holistik. Tidak bisa diselesaikan hanya sebagian-sebagian dengan pernyataan semata. Apabila itu dilakulan, ia khawatir hal itu hanya menjadi polemik semata.
"Kalau saya sih itu harusnya hanya jadi diskusi internal TNI dulu, sebelum menjadi rujukan kebijakan dan pelaksanaannya di lapangan," imbuhnya.
Ia curiga hal ini dilemparkan Panglima TNI Jendral Andika hanya sebagai wacana terlebih dahulu di internal TNI dan di tengah masyarakat. Isu ini dilemparkan hanya ingin melihat bagaimana respons publik terkait hal itu karena sekali lagi ia meyakini penerapannya tidak semudah seperti apa yang dikatakan.
Butuh penyelesaian yang holistik, mulai dari pencabutan Tap MPRS nomor 25, penyamaan persepsi dan mindset di internal TNI dengan kata lain menyingkirkan stereotipe lama soal PKI dan mengubah Undang Undang Ormas terkait organisasi terlarang, dalam hal ini komunis serta yang bertentangan dengan Pancasila.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: