Panglima TNI Andika Perkasa Bolehkan Keturunan PKI Daftar TNI, Profesor Suteki Nyalakan Tanda Bahaya
Kebijakan Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa menghapus profiling Nasab PKI pada calon prajurit TNI diprotes Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Profesor Suteki. Dalam catatan kritisnya yang beredar luas hari ini, Kamis (31/3/2022), Suteki meminta publik untuk waspada.
Ia memulai tulisannya dengan judul berhuruf kapital WASPADA, KETURUNAN PKI DAPAT MENJADI ANGGOTA TNI: Inikah Strategi Moderasi Komunisme dalam Kebijakan Publik?, ia mengingatkan bahaya kebijakan yang diambil Panglima TNI itu.
Baca Juga: DPR Respons Kebijakan Andika Perkasa Bolehkan Keturunan PKI Jadi TNI: Selama...
Dalam catatan pengantarnya, ia meragukan motif kebijakan Panglima TNI itu. Apalagi, kebijakan Panglima itu diklaim sebagai bentuk kepatuhan pada hukum dan pemenuhan HAM setiap warga negara.
Lalu, kata dia, bagaimana dengan sejarah masa lalu yang kelam terkait dengan upaya makar PKI terhadap negara dan ideologinya, khususnya pada tahun 1948 dan 1965. PKI, lanjutnya, dengan ideologi komunisme yang sangat radikal, dia lantas mempertanyakan mengapa pemerintahan negara kini terkesan hendak memoderasinya.
Dia menyebut seolah membuka luka lama karena keganasan PKI yang membantai umat Islam, yang terdiri dari para santri, tokoh, ulama dan para ustaz, terlupakan.
"Saya berpendapat bahwa kebijakan Panglima TNI Jendral Andika Perkasa ini dapat saya kategorikan sebagai bentuk kebijakan publik ke-6 sepanjang era reformasi terkait dengan upaya moderasi radikalnya komunisme di Indonesia," tulis Prof. Suteki.
Berikut ada 5 kebijakan publik lain selain diizinkannya anak keturuan PKI menjadi anggota TNI yang ditengarai sebagai bentuk moderasi komunisme di Indonesia. Apa saja itu?
- Pertama, upaya pencabutan Tap MPRS No. XXV 1966 telah dilakukan sejak Presiden Abdurrahman Wahid;
- Kedua, tidak menjadikan Tap MPRS XXV 1966 sebagai Pertimbangan dalam Pembentukan RUU HIP pada tahun 2020.
- Ketiga, hak dipilih Diberikan Kembali, Putusan MK Perkara Nomor 011-017/PUU-I/2003;
- Keempat, penerbitan SKKPH oleh Komnas HAM.
- Kelima, upaya Rekonsiliasi PKI sebagai "Korban".
"Akhirnya saya perlu mengingatkan kepada seluruh elemen negara bangsa yang religius ini bahwa musuh bersama bangsa ini adalah komunisme dengan segala pengejawantahannya, bukan Islam yang sering dipojokkan dengan sematan radikal radikul, ekstremis, bahkan teroris," tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: