Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Duh... Rakyat Mulai Ketar-ketir Gegara BBM Naik, Opung Luhut Malah Bilang Terlambat Menaikkan

Duh... Rakyat Mulai Ketar-ketir Gegara BBM Naik, Opung Luhut Malah Bilang Terlambat Menaikkan Kredit Foto: Instagram/Luhut Binsar Pandjaitan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, Indonesia menjadi salah satu negara yang paling lambat menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Dia menyebut, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi jenis Pertamax naik Rp 3.500 per liter dari sebelumnya Rp 9.000 per liter menjadi Rp 12.500 per liter mulai 1 April 2022.

"Kenaikan kemarin sudah kita putuskan rapat di Istana, hari ini kita kan sudah naik Pertamax ya pada 1 April. Tapi, saya ingin tekankan, seluruh dunia, kemarin paparan saya kepada Presiden, memang kita yang paling lambat menaikkan," kata Luhut dalam kunjungannya ke Depo LRT Jabodebek di Jatimulya, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat (Jabar), Jumat (1/4/2022).

Baca Juga: Mohon Sabar dan Siap-siap! Puasa Tahun 2022 Secara Ekonomi Dinilai Berat untuk Masyarakat, Simak!

Luhut menjelaskan, sudah banyak negara menaikkan harga BBM akibat kelangkaan minyak mentah (crude oil) dan nabati sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina. "Memang kelangkaan crude oil karena perang Ukraina dengan Rusia, kemudian kelangkaan juga sekarang sun flower karena tidak ekspor dan impor dari Ukraina dan sanksi (kepada Rusia) itu tadi membuat ini bermasalah," katanya.

Luhut mengatakan, Indonesia masih beruntung karena bisa mengelola ekonomi dengan lebih baik. Sehingga dampak konflik kedua negara tersebut tidak terlalu besar. Meski begitu, ia mengakui, pilihan untuk menaikkan harga Pertamax harus dilakukan lantaran asumsi harga minyak dunia dalam APBN sudah sangat jauh dengan harga minyak di lapangan.

"Karena kalau tidak (naikkan) harga asumsi crude oil 63 dolar AS di APBN, sekarang ini sudah 98 atau 100 dolar AS. Kalau ditahan terus, jebol nanti Pertamina. Jadi terpaksa kita harus lepas," jelas Luhut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: