Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas menilai tepat kebijakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menghapus larangan anak keturunan PKI bergabung ke instansi militer Indonesia.
Namun, kata Aliabbas, kebijakan tersebut sebaiknya dilanjutkan dengan langkah konkret demi menghindari dugaan lip service.
Baca Juga: Bolehkan Keturunan PKI Daftar TNI, Jenderal Andika Perkasa Dipuji
"Ada baiknya diikuti dengan pembuatan kebijakan yang konkret sebagai bentuk pelembagaan atas sikap antidiskriminasi di lingkungan TNI," kata peraih doktor bidang pertahanan dari Cranfield University, Inggris itu, Jumat (1/4).
Menurut Aliabbas, larangan anak keturunan PKI bergabung ke TNI sebenarnya kebijakan yang diskriminatif. Pasalnya, kata dosen Universitas Paramadina itu, pelarangan itu hanya bentuk penafsiran terhadap TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966.
Di sisi lain, ketetapan MPRS tersebut hanya melarang organisasi PKI dan aktivitas penyebaran ajaran komunisme. "Tidak ada satu pun kalimat yang menyatakan pengikut PKI dilarang beraktivitas ataupun bergabung pada institusi pemerintahan," tutur Aliabbas.
Toh, kata Aliabbas, larangan bergabung ke TNI hanya berlaku bagi anak keturunan PKI saja, sedangkan pemberontakan di Indonesia setelah era kemerdekaan dilakukan oleh DI/TII hingga PRRI/Permesta.
Menurut Aliabbas, larangan terhadap keturunan PKI masuk ke TNI berpotensi melanggar HAM dan UUD 1945. Hal itu menggambarkan tidak semua warga negara sama kedudukannya di muka hukum dan memiliki kesempatan mendapat pekerjaan layak.
"Tidak ada manusia yang bisa memilih untuk dilahirkan oleh keluarga siapa. Oleh karena itu, langkah membebankan keturunan atas tindakan pendahulunya tidak memiliki dasar hukum kuat," ujar Aliabbas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: