BI Tetap Pertahankan Suku Bunga, Sambil Pantau Inflasi dan Dampak Konflik Rusia dan Ukraina
C)Selanjutnya, neraca negatif minyak dan gas akan diimbangi oleh keuntungan kuat di sektor non-migas, khususnya batu bara, minyak sawit, logam, dan lain-lain melalui keuntungan perdagangan positif. Misalnya, pada Februari 2022, surplus nonmigas naik hampir dua kali lipat menjadi US$5,7 miliar dari US$2,3 miliar berkat penjualan tandan sawit kosong untuk bahan bakar dan diuntungkan oleh pengaruh harga dari komoditas lain yang dapat diperdagangkan.
Baca Juga: Dukung Presidensi G20, Bank Mandiri Genjot Inklusi Keuangan Lewat Mandiri Agen
D)Terakhir, penghitungan fiskal menghadapi tekanan dari dua arah, dari harga komoditas lebih tinggi – pendapatan lebih tinggi dari sumber daya alam tetapi diimbangi oleh kebutuhan akan dukungan harga dan subsidi energi. Pendapatan dari sumber daya alam naik 55% secara tahunan pada 2021, menyumbang sepertiga dari penerimaan non-pajak, mendukung konsolidasi fiskal. Di sisi lain, subsidi energi meningkat 44% secara tahunan, yaitu 0,83% dari PDB, naik 0,2% dari tahun sebelumnya. Dengan minyak mentah Indonesia ~30% lebih tinggi dari asumsi anggaran 2022, yang sebesar US$63 miliar, penghitungan pendapatan/pengeluaran yang mendasari perlu ditinjau kembali. Penghitungan kami menunjukkan bahwa jika harga minyak rata-rata $100 per barel, subsidi energi bisa naik menjadi ~Rp200 triliun tahun ini (0,4% dari kenaikan PDB).
Kenaikan harga komoditas setelah kekacauan geopolitik mendukung neraca perdagangan eksternal Indonesia dan memperkuat ketahanan ekonomi di tengah pergeseran arah kebijakan global. Kami memperkirakan dampak inflasi yang dihasilkan akan diimbangi oleh intervensi domestik dengan BI juga diperkirakan akan menormalkan kebijakan meskipun lebih lambat yang dari diramalkan untuk Bank Sentral AS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait: