Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hoaks Makin Marak, Dear Masyarakat... Harus Cermat Mencerna Informasi Ya!

Hoaks Makin Marak, Dear Masyarakat... Harus Cermat Mencerna Informasi Ya! Kredit Foto: Panpel Webinar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Fenomena berita palsu atau hoaks tengah menjadi persoalan cukup serius. Intensitas pembuatan dan penyebarannya meningkat drastis seiring kemudahan penyebaran informasi melalui media sosial. Karenanya masyarakat perlu memiliki daya berpikir kritis.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui Program Literasi Digital mengupas soal keberadaan berita hoaks dengan mengadakan kegiatan Obral Obrol Literasi Digital (OOTD), dengan Tema "Fact or Fake". Tema tersebut diangkat dalam rangka memperingati Internasional Fact Checking Day 2022.

Baca Juga: Kominfo Selesaikan Program HUB.ID 2021, Kini Startup Siap Terjun untuk Transformasi Digital!

Salah satu narasumber kegiatan tersebut, Redaktur Kantor Berita Politik Republik Merdeka Online (RMOL.ID) Angga Ulung Tranggana menyatakan, produk pers dalam membuat kontennya tidak sama dengan media sosial. Karena dalam konteks membuat berita itu mengacu pada kode etik jurnalistik.

"Dari setiap produk berita yang kita buat mengacu pada kode etik jurnalistik. Artinya kita sebagai seorang jurnalis tata kerjanya diikat oleh kode etik jurnalistik dan Undang Undang Pers," katanya, Kamis (7/4/2022) kemarin.

Lanjutnya, ia menyadari keberadaan media massa online cukup banyak berseliweran di media sosial. Para pengguna media sosial kerap kali tidak melakulan pemeriksaan saat membaca suatu portal berita. Padahal hal tersebut penting untuk memastikan beritanya tidak hoaks.

Baca Juga: Sedih Banyak Hoaks Beredar di Internet, Pendiri Twitter: Saya yang Harus Disalahkan

"Ini (pemeriksaan) penting untuk memastikan bahwa informasi benar. Hoaks atau tidak. Dipastikan dulu medianya kredibel atau tidak. Terdaftar di dewan pers atau ngga," ujar Angga.

Ia mengemukakan, alasan hoaks marak beredar. Pertama, kemajuan teknologi. Kedua, minim literasi media. Pesatnya perkembangan internet tanpa dibarengi dengan kecakapan dalam bersosial media dapat salah menerima informasi.

"Hari ini yang saya alami dan pahami, media sosial dan dunia nyata itu ada garis pemisah. Seolah kalau dunia nyata itu harus penuh dengan akhlak, tapi dunia maya sesuatu yang tidak bersekuensi," kritik Angga.

Faktor lainnya yang masih menyebabkan maraknya hoaks ialah bermedia tanpa etika. Ketika mengunjungi platform media sosial  banyak sekali komentar-komentar tidak mengindahkan lagi norma-norma kesopanan.

"Dampaknya pentingnya tentang cara pandang media sosial itu diaktivasi tanpa mengedepankan nilai-nilai. Nilai sosial, etika, Bahkan nilai agama." tambah Angga.

Ketua Komite Fact-Checker Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Ariwibowo Sasmito menyorot ragam saluran media sosial yang di luar kapasitasnya mendadak menjadi pembuat berita. 

"Jadi sekarang sudah kesulitan untuk membedakan siapa sih produsen (berita) siapa distributor, siapa konsumen. Karena semua menghasilkan (berita)," kritik Ariwibowo.

"Semua bisa jadi media dan semua bisa jadi sumber informasi sekaligus bisa mendistribusikan dan mengkonsumsinya," tambahnya

Tak heran di era media sosial, biasanya informasi yang terlanjur salah justru pelakunya tidak bakal memberikan klarifikasi. Ia mengumpamakan angka hoaks itu bisa disebarkan 10.000 kali, tapi klarifikasinya hanya 1.000.

"Jadi sampai sekarang hoaks dibanding klarifikasinya itu jauh lebih banyak menyebar," sesal Ariwibowo.

Ada sebuah studi menyebutkan, bahwa di Twitter itu hoaks menyebar enam kali lebih cepat dari klarifikasinya. Studi lainnya mengungkap bahwa kebiasaan orang buka YouTube mencari sumber informasi sesuai seleranya. 

Sebab pembentukan opini publik lebih didominasi faktor emosi dan keyakinan pribadi, bukan oleh fakta-fakta obyektif. Maka itu masyarakat harus cermat dan mampu menyaring informasi secara kritis.

"Jadi lah pemeriksa fakta setidaknya untuk diri sendiri. Karena kemampuan berpikir kritis dan pemeriksa fakta semakin ke sini semakin penting," pesan Ariwibowo.

Untuk bisa mendapatkan Informasi mengenai Kegiatan Obral Obrol liTerasi Digital dan kegiatan lainnya, dapat dilihat di info.literasidigital.id atau follow media sosial @siberkreasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: