Selain itu, ia menilai jika swasta seharusnya punya tanggung jawab moral dalam melakukan distribusi solar subsidi, dan untuk penugasan semacam ini bisa mungkin dijalankan atas dasar “terpaksa”.
"Swasta tidak mungkin memiliki tanggung jawab secara politik atau kepentingan ketahanan negara yang lebih luas. Jika tugas ini gagal dijalankan, yang menerima resiko politik kelangkaan solar adalah pemerintah," papar Daeng.
Dalam situasi ekonomi yang sulit dan kenaikan harga dalam solar non subsidi, aku Daeng, tentu swasta akan membutuhkan tambahan uang dalam menjalankan usaha distribusi BBM.
"Sulitnya dukungan perbankan dewasa ini akibat resiko usaha yang meningkat sulit bagi swasta untuk mendapatkan tambahan uang. Dengan demikian tugas mendistribusikan solar subsidi oleh swasta ini pasti akan diabaikan," ujarnya.
Sementara itu, disparitas harga solar non subsidi dengan solar subsidi yang sangat besar, membuka peluang adanya moral hazard, manipulasi data, dll.
"Selisih harga sekarang ini bisa mencapai Rp7ribu-an per liter solar. Bagaimana mungkin mengontrol perilaku dengan konsidi pasar yang sangat rawan semacam itu," tanya Daeng lagi.
Dengan harga solar komersial yang sangat tinggi sekarang ini, maka swasta tentu akan memfokuskan dalam mengejar keuntungan bisnis. Paling tidak dalam jangan pendek bisa dapat untung. "Tidak mudah bagi sektor bisnis manapun di dalam negeri sekarang yang bisa untung bagus Sehingga tugas pemerintah untuk menyalurkan solar subsidi akan diabaikan," tambahnya.
Sementara, penyaluran Solar Subsidi adalah tugas yang sangat berat baik secara tehnis maupun non tehnis. Secara tehnis harus menjangkau wilayah wilayah terjauh yang memburutuhkan komitmen besar untuk menjalankan dengan dukungan infrastruktur yang memadai.
"Secara non tehnis, ini butuh kejujuran, loyalitas dan kesediaan bekerja tanpa pamrih. Masa iya swasta sanggup menjalankan tugas ini. Sementara pasar solar komersial sangat luas terutama di wilayah tambang Batubara, kebun sawit dan pusat pusat industri yang menjanjikan keuntungan besar," terang Daeng.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: