Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonom: Inflasi Indonesia Pada 2022 Bisa Sentuh 5,5 Persen

Ekonom: Inflasi Indonesia Pada 2022 Bisa Sentuh 5,5 Persen Kredit Foto: Djati Waluyo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Center of Reform on Economics (Core) memproyeksikan inflasi inti Indonesia pada 2022 akan berada di atas 5,5 persen year on year (yoy) atau lebih tinggi daripada yang ditetapkan pemerintah sebesar 3,0 plus minus 1 persen.

Direktur Eksekutif Core Mohammad Faisal mengatakan, proyeksi ini diperkirakan akan terjadi jika sepanjang 2022 kebijakan terkait harga-harga pangan dan energi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamax pada April lalu.

Selain itu, juga adanya wacana adanya kenaikan Pertalite, serta kenaikan gas LPG 3 kg dan juga listrik mengalami peningkatan harga.

Baca Juga: Pengamat: Sektor Pertanian Mampu Kendalikan Inflasi Indonesia di Bawah 3 Persen

Menurutnya tanpa ada kenaikan PPN 11 persen dan Pertamax, potensi inflasi diperkirakan 2,5 persen. Artinya tanpa ada kebijakan tambahan tadi, sebetulnya sudah lebih tinggi dibandingkan inflasi tahun 2021 yang 1,8 persen.

"Kalau pemerintah mewujudkan kembali rencana kenaikan harga berbagai kebutuhan yang vital seperti harga Pertalite, LPG, ini potensinya bisa di atas 5,5 persen. Artinya akan ada lonjakan inflasi yang besar," ujar Faisal dalam diskusi virtual, Selasa (19/4/2022).

Faisal mengatakan, lonjakan inflasi pada 2022 dapat menahan pemulihan ekonomi dan memperlebar kesenjangan ekonomi kaya-miskin.

Baca Juga: Lebih Sedikit Beras dengan Harga yang Sama: Inflasi Mencekik Warung Makan Asia

"Untuk golongan atas, ketika harga minyak goreng sampai Rp50.000 untuk 2 liter, hampir tidak dirasakan sebetulnya. Tetapi kalangan bawah, mereka sampai antre, bahkan ada yang sampai meninggal," ujarnya.

Faisal melanjutkan, kenaikan harga-harga pangan dan energi tersebut sangat terasa dampaknya bagi masyarakat dari peningkatan harga ini. Dengan begitu dampak yang cukup besar akan dirasakan oleh  masyarakat kelompok atas dan bawah.

"Misalnya harga minyak goreng tidak terlalu dirasakan oleh kelas atas, tapi kalua kalangan bawah sampai antri, dan bahkan ada yang meninggal. Jadi ini terjadi perbedaan nasib yang perlu menjadi sorotan, bukan hanya pada pertumbuhan ekonomi," ungkapnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Ayu Almas

Bagikan Artikel: