Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penganut Khilafah Ajak Berdebat, Siapa Sangka Begini Respons Mahfud MD

Penganut Khilafah Ajak Berdebat, Siapa Sangka Begini Respons Mahfud MD Kredit Foto: Instagram/Mahfud MD
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku tak ada waktu meladeni orang yang mencoba mengajak dialog terbuka dengannya soal khilafah.

"Saya tak ada waktu melayani dialog yang hanya sensasi, karena dialog-dialog terbuka sudah selalu di mana-mana," kata Mahfud MD melalui akun Instagram-nya @mohmahfud, Jumat (22/4).

Baca Juga: Kemenlu AS Soroti Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK, Eh Mahfud MD Bilang Begini

Mahfud mengaku, ada orang yang bernama Khozinuddin bersama rombongannya mengajak Mahfud berdialog terbuka sembari menawarkan proposal konsep sistem Khilafah ala Hizbut Tahrir.

"Kemarin ada yang datang ke kantor saya, kalau tak salah namanya Khozinuddin, dan ingin berdialog dan mengajukan proposal Khilafah," ujarnya.

Bagi Mahfud, ia tak mau ambil pusing dengan khilafah yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir, meski organisasi itu sudah dibubarkan oleh pemerintah melalui putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Mereka tak tahu apa yang mereka katakan. Mereka tak tahu bedanya nilai dan sistem. Tapi biarlah mengalir itu sebagai aspirasi di negara demokrasi," tuturnya.

"Mahfud menegaskan, dirinya sudah berdialog dengan berbagai lintas ormas Islam, baik itu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kesimpulannya, tidak ada panduan baku di dalam Al-Qur'an yang memandu secara baku tentang sistem Khilafah Islamiyah.

"Saya sudah berkali-kali berdialog ke MUI, NU, Muhammadiyah, kampus-kampus, ponpes, ke berbagai TV, dan nulis di media. Tak ada yang bisa menunjukkan ada sistem baku dari Quran dan hadits tentang sistem khilafah dalam bernegara," paparnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menerangkan, sistem pemerintahan usai Rasulullah SAW wafat adalah murni hasil ijtihadiyah para ulama.

"Semua setuju bahwa sistem bernegara setelah Nabi wafat itu hasil ijtihad yang selalu berbeda. Mengapa? Ya, karena memang tidak ada sistem baku," paparnya.

"Coba tunjukkan kepada publik dengan runut dan logis secara fikih, kapan dan di mana pernah ada sistem khilafah Islam yang baku? Carilah sejak zaman Abu Bakar sampai sekarang. Antara sistem Abu Bakar dan Umar dan kemudian ke Usman dan seterusnya juga sistemnya selalu berubah dan berbeda," ucapnya.

Mahfud MD pun memberikan saran kepada Khozinuddin dan teman-temannya. Termasuk kepada kelompok lain yang yakin dan terus menjajakan sistem Khilafah diterapkan di Indonesia

Pertama, buka komunikasi dan dialog dengan ormas-ormas Islam besar seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah dan NU. Di hadapan para ulama dan sesepuh ormas itu, Khozinuddin harus mempromosikan dan membuktikan bahwa sistem Khilafah adalah konsep baku tuntutan umat Islam.

Jika mereka mengamini tentu akan didukung untuk bisa diterapkan di Indonesia. "Datanglah ke Muhammadiyah, NU, MUI, dan ormas-ormas Islam dan tunjukkan mana sistem bernegara yang baku menurut Islam. Ingat, kita bicara sistem, bukan nilai. Kalau soal nilai, anak Tsanawiyah juga tahu semua," tutur Mahfud.

Kedua, yakni melalui parlemen. Karena hanya di parlemen sebuah sistem pemerintahan dan negara bisa diubah.

"Kalau soal aspirasinya ya salurkan ke parpol, DPR/MPR karena kalau mengusulkan perubahan sistem tempatnya ya di institusi-institusi tersebut. Mungkin saja ada parpol Islam yang tertarik. Kan aktivis parpol Islam banyak tahu fikih dan usul fikih," sambungnya.

Ketiga, buat parpol dan perjuangkan di Senayan. Jika memang tidak ada parpol Islam yang tertarik karena tak percaya dengan pendapat Khilafah adalah sebuah sistem baku Islam, Mahfud imbau kelompok pengusung khilafah bikin partauli dan ikut pemilu. "Buat parpol, lalu ikut pemilu," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Adrial Akbar

Bagikan Artikel: