Bursa Asean mengalami peningkatan 32% dalam jumlah transaksi (29 IPO pada Q1 2022, naik dari 22 IPO pada Q1 2021), tetapi penurunan pendapatan sebesar 57% (USD1 miliar pada Q1 2022, turun dari US$2,4 miliar pada Q1 2021). Penurunan pendapatan yang mencolok disebabkan oleh tidak adanya mega-IPO yang di-posting pada Q1 2022, dibandingkan dengan 1 mega IPO tahun lalu. Selama kuartal ini, Bursa Efek Indonesia paling aktif berdasarkan jumlah transaksi (12 IPO menghasilkan USD219 juta), sedangkan bursa Malaysia dipimpin oleh pendapatan (USD362 juta melalui 5 IPO). Di bursa Asean lainnya, bursa Thailand mencatat IPO yang mengumpulkan USD228 juta, Bursa Efek Filipina mencatat 4 IPO sejumlah US$201 juta sementara Catalist Singapura menyambut 3 IPO yang menghasilkan USD17 juta.
"Ketegangan geopolitik, situasi COVID-19 yang sedang berlangsung, kesulitan rantai pasokan, pengetatan kebijakan moneter, dan peningkatan biaya adalah beberapa faktor saja– tetapi sangat signifikan – yang membebani aktivitas ekonomi dan IPO. Pasar IPO tetap menerima perusahaan dengan pertumbuhan tinggi yang berkualitas, tetapi volatilitas, ketidakpastian, dan ekspektasi valuasi perlu dikurangi sebelum bangkitnya aktivitas IPO dapat terjadi," kata Max Loh, Singapore and Brunei Managing Partner, Ernst & Young LLP and EY Asean IPO Leader.
Indonesia mempertahankan posisinya sebagai pasar IPO paling aktif di seluruh ASEAN, "Sekali lagi, Indonesia menyaksikan aktivitas IPO paling aktif di Q1 2022 di antara negara-negara ASEAN, meskipun Q1 2022 mencatat kemunduran dibandingkan dengan aktivitas IPO Indonesia di Q4 2021, baik dari segi jumlah perusahaan yang go public maupun hasil IPO. Dari 12 perusahaan baru yang tercatat di BEI, 2/3 di antaranya tercatat di papan pengembangan. Kami percaya ini adalah salah satu alasan bahwa total hasil IPO turun 91% kuartal-ke-kuartal (quarter on quarter)," kata Sahala Situmorang, Lead Strategy and Transactions Partner, PT Ernst & Young Indonesia.
Baca Juga: Sepekan Jelang Hari Raya Idulfitri, Bursa Diwarnai Pencatatan Saham, Obligasi, Sukuk, dan Waran
Sektor yang paling populer di pasar IPO Q1 2022 adalah consumer goods, tercatat 58,3% dari pendatang baru di bursa melakukan bisnis di sektor ini. Mengikuti jejak tech giant seperti Bukalapak dan GoTo, beberapa perusahaan teknologi lain juga berencana untuk IPO.
"Ketegangan geopolitik juga telah memicu kenaikan harga komoditas yang signifikan. Hal ini diperkirakan akan berdampak positif bagi para pendatang baru yang bekerja di bisnis terkait komoditas. Dengan latar belakang ini, kami berharap pasar modal Indonesia akan membaik pada kuartal berikutnya hingga akhir tahun," tambah Sahala.
Pada kuartal pertama terlihat sedikit perubahan dalam kinerja sektor, sebagian karena perubahan lingkungan ekonomi dan kondisi pasar. Baik sektor teknologi maupun material memimpin dengan jumlah IPO masing-masing 58, menghasilkan masing-masing USD9,9 miliar dan USD5,9 miliar. Lalu diikuti oleh sektor industri (57 IPO meningkatkan USD5 miliar). Sektor teknologi melanjutkan dominasinya berdasarkan jumlah kesepakatan untuk kuartal ke tujuh berturut-turut (sejak Q3 2020), tetapi berada di peringkat kedua berdasarkan pendapatan –memecahkan rekor tujuh kuartal berturut-turut menghasilkan IPO tertinggi sejak Q2 2020.
Baca Juga: Sri Mulyani Dipuji: Sayang Tidak Masuk Bursa Capres, Parpol Tidak Suka Orang Jujur dan Tegas
Pada Q1 2022, sektor energi memimpin dalam hal pendapatan (USD12,2 miliar melalui 15 IPO), didorong oleh IPO terbesar Q1 di Korea Exchange, sementara sektor telekomunikasi berada di urutan ketiga (USD8,6 miliar melalui enam IPO) karena IPO terbesar kedua di Q1 pada Bursa Efek Shanghai.
Prospek Q2 2022: gunakan jeda untuk memeriksa kembali bisnis anda dalam menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Karena masih banyaknya ketidakpastian, pasar akan tetap bergejolak dengan tumpukan kandidat IPO dan pipeline akan terus bertambah. Dengan tantangan yang timbul dari ketegangan dan konflik geopolitik, inflasi dan kenaikan suku bunga, sangat penting bagi perusahaan yang terikat IPO untuk melihat bagaimana tantangan ini akan mempengaruhi pasar, pelanggan, dan pemasok dalam bisnis mereka," kata Paul Go.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: