Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Melihat Wartawan Rosihan Anwar dari Bukunya

Oleh: Nasihin Masha, Penulis

Melihat Wartawan Rosihan Anwar dari Bukunya Kredit Foto: Antara/Fanny Octavianus/edit oleh tim WE
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hanya sedikit wartawan yang menulis buku, jauh lebih sedikit lagi yang menulis banyak buku. Di antara yang sangat sedikit itu adalah Rosihan Anwar. Dari sejumlah wartawan senior yang sangat sedikit itu, selain Rosihan, adalah Adinegoro, Mochtar Lubis, dan Goenawan Mohammad. Kita juga bisa memasukkan nama Salim Said, wartawan yang akhirnya lebih dikenal sebagai akademisi. Atau bisa juga Lukman Hakiem, wartawan yang kemudian menjadi politisi dan akhirnya menjadi penulis buku sejarah.

Tulisan ini hanya ingin bercerita tentang Rosihan. Pria kelahiran Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, pada 10 Mei 1922 ini menulis beragam tema. Ia menulis apa saja yang tersentuh dalam perjalanannya sebagai wartawan. Tahun ini, genap satu abad kelahiran pria yang wafat pada Kamis, 14 April 2011. Tepat 11 tahun lalu. Untuk ikut memeriahkan peringatan satu abad wartawan legendaris ini, saya ingin ikut mengenangnya, dengan bercerita tentang produktivitas Rosihan dalam menulis buku.

Baca Juga: Film Indonesia, Usmar Ismail dan Wartawan Tidak dapat Dipisahkan

Rosihan menempuh pendidikan dasarnya di HIS Padang (lulus 1935), lalu melanjutkan ke MULO Padang (1939). Setelah itu, ia merantau ke Yogyakarta untuk sekolah di AMS-A bagian klasik Barat (1942). Ia juga pernah ikut sekolah drama di Yale University, New Haven, Amerikas Serikat, pada 1950. Ia juga mengikuti sekolah jurnalistik di Columbia University, New York pada 1954. Columbia University inilah yang menjadi pusat anugerah jurnalistik paling bergengsi di Amerika Serikat, Pulitzer Award.

Karier jurnalistiknya dimulai dengan menjadi wartawan di Asia Raya (1943-1945), sebuah koran yang terkait dengan gempita kebangkitan Asia melalui propaganda Jepang. Setelah itu, ia pindah ke koran Merdeka (1945-1946), sebuah koran nasionalistik yang dipimpin BM Diah. Pada periode selanjutnya, ia mulai mandiri dengan mendirikan majalah politik dan kebudayaan Siasat (1947-1957) bersama Soedjatmoko. Siasat adalah sebuah majalah yang sangat berbobot dan disegani. Hal ini tak lepas dari pengaruh Soedjatmoko, orang Jawa yang lahir dan besar di Sawahlunto, Sumatera Barat. Koko, demikian panggilannya, kemudian dikenal sebagai cendekiawan yang sangat disegani hingga akhir hayatnya.

Setahun setelah mendirikan Siasat, ia mendirikan koran Pedoman (1948-1961). Di sinilah namanya menjulang. Namun, koran ini dibredel rezim Demokrasi Terpimpin–di masa ini semua yang berbeda diberangus, dibungkam, dimiskinkan, dan dijebloskan ke penjara. Di awal Orde Baru, Pedoman (1968-1974) terbit lagi. Namun Orde Baru mulai otoriter. Setelah peristiwa Malari (15 Januari 1974), Malapetaka Lima Belas Januari, sejumlah koran dibredel dan sejumlah tokoh ditangkap dan dimasukkan ke penjara. Pedoman termasuk yang ikut kena sapu. Setelah itu, Rosihan tak lagi bekerja secara organik di suatu perusahaan pers. Ia menjadi wartawan lepas, freelance, dengan menulis di banyak koran dan majalah di dalam negeri maupun di luar negeri.

Sebagai wartawan, ia menjadi ketua umum PWI Pusat pada 1970-1973. Ia juga pernah menjadi anggota MPR RI dari Fraksi Golkar pada 1973-1978. Ia juga meraih Bintang Mahaputra Utama pada 1973, yang memberinya hak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

Buku-buku Rosihan

Rosihan menulis apa saja yang bersentuhan dengan dirinya. Setelah naik haji, ia menulis buku Dapat Panggilan Nabi Ibrahim (1959). Buku ini diperbarui karena ia kemudian empat kali naik haji dan dua kali umrah sehingga terbit buku baru dengan judul Naik di Arafat, Kisah-kisah Perjalanan Haji dalam Seperempat Abad (1982).

Ia juga pribadi yang sangat memiliki keberanian, karena langka, untuk menulis buku tentang ajaran Islam. Bukunya yang berjudul Islam dan Anda; Pertjikan Permenungan Wak Hadji (1962) berisi tentang akidah, mu’amalah, dan tasawuf. Untuk buku ini, ia mengimbuhi namanya dengan huruf H di depan namanya–tentu H ini adalah Haji. Perlu dicatat, buku-buku Rosihan umumnya ditulis dengan mencantumkan H di depan namanya, kecuali untuk buku-buku yang ditulis belakangan, yang diterbitkan Kompas.

Buku Islam dan Anda kemudian cetak ulang pada 1979 dan 1984 dengan judul Ajaran dan Sejarah Islam untuk Anda. Rupanya buku Islam dan Anda mendapat sambutan yang sangat baik dari pembaca. Cetakan pertamanya yang berjumlah 10 ribu eksemplar ludes dibeli pembaca. Angka 10 ribu di masa kini bahkan masih menjadi jumlah yang sangat besar untuk sebuah buku, apalagi di masa itu. Bahkan, pada 1966 buku ini terbit di Malaysia dengan judul Selok-belok Ugama Islam.

Saya tulis Rosihan berani dan karena itu langka tersebab galibnya yang menulis tema ini adalah ahli agama, bukan orang seperti Rosihan yang bukan ahli di bidang ini. Namun, itulah wartawan, bisa menulis apa saja. Untuk lebih menguatkan bobot bukunya, dalam kata pengantar ditulis bahwa buku ini telah diperiksa Buya Hamka. Rosihan menulis bahwa buku ini telah digunakan menjadi bagian dari bahan ajar bagi mahasiswa maupun pelajar SLTP dan SLTA.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: