Pemulihan Ekonomi Terus Menguat di Tengah Omicron dan Gejolak Geopolitik, Berikut Paparannya
Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Laju pemulihan sektor pariwisata makin kuat. Kinerja sektor penunjang pariwisata seperti Sektor Tansportasi serta Sektor Jasa Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum menunjukkan perbaikan. Sektor Transportasi dan Pergudangan tumbuh sebesar 15,79 persen (yoy), sementara Sektor Penyediaan Akomodasi Makan-minum tumbuh 6,56 persen.
Relaksasi pembatasan kegiatan masyarakat dan aturan perjalanan serta tingkat kepercayaan masyarakat turut mendorong aktivitas pariwisata bangkit di tengah pandemi. Tingkat hunian hotel selama Triwulan I meningkat dibandingkan rata-rata bulanan pada tahun 2021 yang hanya 40 persen.
Baca Juga: Pakar Ekonomi Serukan Pemerintah Biden Soal Retorika Kosong di Asia: Bla, Bla, Bla!
Pada bulan Januari hingga Maret 2022, rata-rata tingkat hunian hotel mencapai 52,3 persen dan tingkat penerbangan domestik telah meningkat sebesar 57 persen pada periode yang sama. Sementara, seiring dengan diberlakukannya pelonggaran aturan masuk bagi wisatawan mancanegara, penguatan sektor pariwisata diperkirakan makin kuat di masa depan yang pada Triwulan I sudah tumbuh 228,24 persen (yoy).
Kualitas pemulihan ekonomi hingga Triwulan I-2022 terus terjaga, ditunjukkan dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan nasional. Ekspansi sektor riil mendorong perbaikan kondisi ketenagakerjaan meski belum sepenuhnya pulih. Sejak Februari 2021, pemulihan ekonomi telah mampu menciptakan sebanyak 4,55 juta lapangan kerja baru. Tiga sektor dengan kontribusi terbesar terhadap penyerapan tenaga kerja ialah pertanian (1,86 juta orang), industri pengolahan (0,85 juta orang), dan perdagangan (0,64 juta orang).
Perbaikan kondisi tersebut berhasil menekan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang turun menjadi 5,83% pada Februari 2022 dari 6,26% pada Februari 2021. Pemulihan ekonomi lebih lanjut diharapkan dapat mendorong pemulihan kondisi ketenagakerjaan yang lebih utuh, terutama pada kelompok pekerja yang terkena pengurangan jam kerja di masa pandemi.
Kondisi pandemi yang makin terkendali serta keberlanjutan pemulihan sektor swasta yang terus menguat memberikan ruang bagi normalisasi kebijakan fiskal. Seiring dengan membaiknya upaya penanganan pandemi, cakupan program vaksinasi, serta reliabilitas sistem kesehatan nasional, kebutuhan APBN untuk penanganan pandemi dapat dimoderasi.
Tingkat kebutuhan perawatan rumah sakit di masa puncak varian Omicron yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan periode gelombang pascalibur Nataru 2021 turut menekan kebutuhan belanja penanganan pandemi baik oleh pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini juga tercermin dari realisasi belanja barang pemerintah pusat yang hingga akhir Triwulan I terkontraksi 33,14 persen (yoy) sehingga pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami kontraksi 7,74 persen (yoy) pada Triwulan I-2022.
Selain itu, mengingat laju pemulihan ekonomi di awal tahun 2021 yang masih dini, kebutuhan peningkatan belanja perlindungan sosial dalam merespons kebijakan PPKM pada gelombang Nataru menciptakan basis pertumbuhan yang tinggi bagi konsumsi pemerintah di Triwulan I-2022. Moderasi fiskal yang terjadi tanpa adanya gangguan kepada laju pemulihan ekonomi ini menjadi fondasi yang penting bagi keberlanjutan konsolidasi fiskal di tahun 2023.
Potensi penguatan pemulihan ekonomi nasional ke depan diperkirakan terus berlanjut. Sejumlah indikator dini (leading indicators) perekonomian terus menunjukkan tren yang menjanjikan. PMI Indonesia per April yang meningkat ke level 51,9 menunjukkan konsistensi ekspansi sektor manufaktur nasional. Keberlanjutan pemulihan ekonomi yang makin kuat juga diperkirakan terjadi di bulan Ramadan dan hari raya Idulfitri, khususnya dari sisi konsumsi masyarakat.
Kapasitas produksi terpakai manufaktur telah mencapai 72,45 persen pada Triwulan I-2021, tertinggi selama masa pandemi atau mulai mendekati rata-rata kapasitas produksi di masa prapandemi sekitar 75,36 persen (2019). Sementara, di tengah konflik geopolitik yang tengah terjadi, permintaan ekspor atas produk manufaktur Indonesia, khususnya produk berbasis komoditas mengalami peningkatan. Seiring dengan tren ekspansi tersebut, pembukaan lapangan kerja baru diharapkan makin masif dan diiringi dengan peningkatan upah pekerja. Tren ini diharapkan dapat terus berlanjut sehingga perekonominal nasional makin kuat dan kokoh.
Inflasi per April 2022 melanjutkan tren meningkat seiring harga komoditas global yang masih tinggi dan menguatnya permintaan di masa periode puasa dan Lebaran. Laju inflasi April 2022 tercatat 3,47 persen (yoy) tertinggi sejak September 2019. Inflasi periode Ramadan dan Lebaran 2022 meningkat signifikan dibandingkan kondisi dua tahun terakhir, menunjukkan aktivitas ekonomi yang lebih tinggi. Terjadinya inflasi di seluruh kota sampel juga menguatkan bahwa aktivitas ekonomi telah membaik di seluruh daerah. Inflasi inti yang naik mencerminkan daya beli masyarakat yang terus pulih di tengah tekanan harga global dan implementasi kenaikan PPN.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Martyasari Rizky
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: