Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenaikan Biaya Kontruksi Tidak Akan Matikan Pasar Apartemen

Kenaikan Biaya Kontruksi Tidak Akan Matikan Pasar Apartemen Kredit Foto: Crown Group
Warta Ekonomi, Bandung -

Kenaikan suku bunga baru-baru ini oleh Bank Sentral Australia pada awal bulan Mei 2022 berdampak pada pasar apartemen.

Komisaris dan CEO Crown Group, Iwan Sunito, mengatakan bahwa konsumen harus bersiap menghadapi kenaikan harga apartemen secara progresif selama beberapa tahun ke depan, sementara keterbatasan pasokan bahan baku dan kekurangan tenaga kerja tetap terjadi.

Baca Juga: Wow, Apartemen Sultan ini Punya Taman Terbuka dengan Pendingin Udara

"Kami melihat peningkatan persentase dua digit dalam biaya pembangunan apartemen baru setiap tahun di masa mendatang," kata Sunito dalam keterangan resminya, Senin (23/5/2022).

Investor juga akan kembali ke pasar karena harga sewa meningkat yang memungkinkan mereka mengimbangi kenaikan suku bunga melalui kenaikan harga sewa. Menurutnya, ketersediaan unit apartemen off the plan dan apartemen yang sudah selesai dibangun makin berkurang dari hari ke hari yang merupakan tanda bahwa owners-occupiers dan investor sangat aktif di pasar saat ini.

"Sangat masuk akal bagi konsumen apabila mereka terlihat bergegas membeli properti sekarang untuk menghindari kenaikan harga dua digit karena meningkatnya biaya konstruksi dan material ditambah keterbatasan tenaga kerja," ungkapnya.

Terutama, bagi investor properti luar negeri dari Tiongkok dan Indonesia yang ingin mendapatkan stok unit apartemen yang sudah selesai sebagai investasi properti melalui penawaran harga yang terjangkau.

"Itulah sebabnya saya percaya bahwa saat ini adalah waktu terbaik untuk melakukan pembelian properti pascapandemi karena pasar properti Sydney tidak pernah berhenti bergerak maju," jelasnya.

Sunito mengungkapkan, warga Indonesia adalah komunitas investor terbesar kedua bagi Crown Group yang telah merasakan betapa menguntungkannya berinvestasi properti Australia, terutama di Sydney. Mereka (investor) yang sedang mempertimbangkan untuk mengakuisisi unit apartemen harus bertindak sekarang dengan membeli dari pengembang tepercaya dengan rekam jejak yang jelas dalam menghasilkan apartemen berkualitas secara tepat waktu dan sesuai anggaran.

"Dengan bertindak sekarang, mereka mengunci harga hari ini yang memungkinkan waktu bagi mereka untuk terus menabung untuk pembelian berikutnya di masa mendatang," ujarnya.

Sedikit berbeda dengan tipe pembeli home occupiers, meskipun harga akan meningkat, kebutuhan akan hunian akan tetap ada. Australia masih mengalami housing shortage, sementara pertumbuhan penduduk Australia makin bertambah.

Diketahui, saat ini jumlah penduduk Australia adalah 26.063.139 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 1% setiap tahunnya. Menurut data dari Treasury.gov.au dengan tren saat ini jumlah penduduk Australia diprediksi akan mencapai 35.9 juta jiwa pada tahun 2050.

Dampak penutupan perbatasan internasional terkait pandemi Covid-19 mengakibatkan penurunan jumlah migrasi selama enam kuartal secara berturut-turut. Pertumbuhan penduduk selama 12 bulan terakhir sepenuhnya disebabkan oleh peningkatan alami (penambahan 136.200 jiwa), sementara migrasi dari luar negeri negatif (berkurang 67.300 jiwa) selama periode tersebut.

Berdasarkan Biro Statistik Australia, pada akhir Juni 2019, 88.740 orang kelahiran Indonesia tinggal di Australia, 29,4% lebih banyak dari jumlah (68.570) pada 30 Juni 2009. Ini adalah salah satu komunitas migran terbesar di Australia, setara dengan 1,2% komunitas migran Australia dan 0,3% dari total populasi Australia.

Pembeli potensial telah memperkirakan kenaikan tarif untuk beberapa waktu dan telah mengantisipasinya dengan memiliki tabungan tambahan karena pandemi dan pengetatan ikat pinggang. Diperkirakan bahwa rumah tangga Australia berhasil menghemat sekitar Rp1.400 triliun selama pandemi Covid-19.

Dia menilai, pasokan hunian yang terbatas dan peningkatan jumlah pembeli berarti banyak konsumen yang tidak sanggup memiliki rumah tapak dan unit apartemen adalah pilihan yang lebih terjangkau.

"Kami yakin skenario ini hanya akan makin parah dalam dua tahun ke depan di mana akan lebih banyak unit apartemen yang akan terjual dibandingkan rumah tapak," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: