Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu) mengungkapkan adanya 126 merek produk jamu anggotanya yang tidak dapat didaftarkan di Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual (DJKI) karena telah didaftarkan terlebih dulu oleh oknum.
“Kita selalu menyerukan kepada anggota kami untuk segera mendaftarkan merek jamu sesegera mungkin,” kata Dwi Ranny Pertiwi Zarman, Ketua GP Jamu, dalam acara webinar tentang perlindungan merek dan rahasia dagang untuk produk jamu di pasar nasional dan internasional, Selasa, 24 Mei 2022.
Akibat keterlambatan mendaftarkan merek jamu tersebut, para pengusaha jamu terkait mengalami kerugian material dan non-material terutama karena mereka tidak dapat menggunakan merek jamu mereka yang sudah dikenal masyarakat meskipun produk jamu tersebut sudah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Kepala Seksi/Subkoordinator Pertimbangan Hukum dan Litigasi DJKI Achmad Iqbal Taufik menjelaskan bahwa pedaftaran merek dilakukan melalui sistem first to file atau siapa yang lebih dulu mendaftar atau memperoleh sertifikat merek maka dialah yang berhak atas merek tersebut,
Namun, lanjutnya, jika merek jamu yang dimiliki oleh pengusaha jamu sudah lebih dahulu didaftarkan oleh oknum, ada beberapa upaya hukum yang bisa dilakukan.
“Bisa dilaporkan ke pihak berwajib atau mengajukan gugatan pembatalan atau bahkan gugatan ganti rugi ke pengadilan niaga,” katanya.
Partner SIP R, kantor konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari SIP Law Firm, Rakhmita Desmayanti menyarankan agar pengusaha jamu untuk membuat budget khusus untuk pendaftaran dan perpanjangan merek jamu mereka baik di dalam dan di luar negeri yang akan menjadi target ekspor jamu.
“Budgetkan untuk pendaftaran dan perpanjangan merek karena itu adalah pelindung identitas jamu kita, lebih baik antisipasi sebelum ada pengekor yang bukan pemilik hak jamu mendaftarkan merek jamu kita meskipun saat ini mungkin kita belum membayangkan produk jamu kita akan menjadi terkenal,” ujarnya.
Victor S. Ringo-ringo, Sekretaris GP Jamu Bidang Penelitian, Pendidikan dan Saintifikasi Jamu, menyampaikan pengalamannya bahwa pendaftaran merek jamu di luar negeri yang diajukan tidak selalu disetujui secara otomatis karena pendaftaran merek di seluruh dunia umumnya menggunakan sistem first to file.
“Memang selalu ada resiko tersebut, tetapi jika ingin sukses secara global, tentu kita harus melakukan investasi dengan melakukan trademark registration di dalam negeri dan di negaranegara tujuan ekspor kita sesegera mungkin,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi