Ahli epidemologi dari Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengungkapkan bahwa penelitian dan riset mutakhir di berbagai negara "semakin menguatkan bukti-bukti ilmiah tentang ancaman Bisfenol A atau BPA "pada wadah minuman dan makanan.
"Industri sebaiknya memilih wadah yang lebih aman," katanya dalam sebuah sarasehan di Jakarta pekan lalu, merespon langkah BPOM menggulirkan rancangan kebijakan pelabelan BPA pada galon guna ulang yang beredar luas di masyarakat.
Menurut Pandu, risiko BPA pada kesehatan publik luas mengharuskan adanya kerjasama erat antara pemerintah dan ilmuwan dalam mengedukasi masyarakat.
"Keselamatan publik seharusnya menjadi prioritas semua pihak," katanya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga, Prof. Junaidi Khotib, mendesak pemerintah segera mengesahkan kebijakan pelabelan BPA agar masyarakat tidak terus-menerus terpapar BPA.
"BPOM bisa memperkecil peluang paparan risiko BPA melalui pemberian label pada kemasan makanan dan minuman," katanya. "Itu bagian dari edukasi publik sekaligus bentuk perlindungan untuk masa depan anak-anak Indonesia."
Dari Semarang, Guru Besar bidang pemrosesan pangan Departemen Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Prof. Andri Cahyo Kumoro, masyarakat banyak yang belum mengetahui bahaya paparan BPA. Menurutnya, pelabelan BPA pada kemasan galon guna ulang adalah pilihan tepat untuk mendidik masyarakat.
"Saran saya produsen beralih ke kemasan yang lebih aman, yang bebas BPA," katanya.
Di Indonesia, lanjut Andri, produsen juga kerap mengangkut air galon dengan seenaknya; galon kerap terpapar sinar matahari langsung, terguncang-guncang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: