Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Zulkifli Hasan Jadi Mendag, Anis Matta: Seperti Menggenggam Bara Api

Zulkifli Hasan Jadi Mendag, Anis Matta: Seperti Menggenggam Bara Api Kredit Foto: Twitter/Anis Matta

"Saya kira krebilitas Pak Zulkfli Hasan dipertaruhkan. Tapi yang jauh lebih besar adalah reputasi kabinet dan Pak Jokowi yang dipertaruhkan. Kita bisa kita lihat nanti, apakah semakin hari semakin mengalami degradasi atau tidak," ujarnya.

Anis Matta mengingatkan agar Presiden Jokowi lebih cermat dalam membaca situasi global sekarang, dengan merespon berbagai kebijakan yang bisa menjawab tantangan utama secara substansial dan permanen dalam mengatasi krisis yang kompleks saat ini.

Hal senada disampaikan ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan. Ia mengatakan, dampak dari perang Rusia-Ukraina adalah kenaikan harga minyak mentah dunia, minyak sun flower (bunga matahari) dan minnyak nabati/CPO (minyak goreng).

"Kenaikan harga minyak goreng harusnya bisa dimanfaatkan untuk meningatkan pemasukan, dan memenuhi kebutuhan domestik market di dalam negeri. Tapi Alhamdulillah korbannya di sini masih dalam tingkat menteri," kata Fadhil.

Fadhil Hasan menilai larangan ekspor CPO dan turunannya yang sempat diberlakukan sebelumnya oleh Muhammad Lutfhi beberapa waktu lalu merupakan kesalahan besar dan kerugian bagi Indonesia yang menyebabkan kehilangan devisa negara sebesar USD 2 miliar.

Sebagai produsen terbesar minyak nabati dunia, lanjutnya, Indonesia harus bisa memanfaatkan secara maksimal besarnya permintaan pasar dunia saat ini, agar mendapatkan penerimaan besar di luar pajak guna memperkuat APBN kita.

"Tapi pemasukan itu, harus ditabung Pak Jokowi jangan dihambur-hamburkan untuk proyek-proyek yang tidak perlu seperti IKN, kalau digunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat tidak masalah," ujar Fadhil Hasan.

Baca Juga: Geisz Chalifah Bagikan Kisah "Kekuatan" Doa untuk Anies Baswedan Agar Formula E Lancar: Ibu Selalu Mendoakanā€¦

Dia mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai bahaya stagflasi, yakni ancaman inflasi global yang tengah membayangi pertumbuhan ekonomi dunia. Apalagi APBN kita saat ini masih kekurangan anggaran lebih Rp 100 triliun lebih, akibat menanggung beban subsidi dan kebutuhan anggaran perlindungan sosial yang semakin meningkat.

"Jadi stagflasi itu ditandai oleh inflasi yang tinggi, tetapi pertumbuhannya rendah. Permintaan barang yang kita ekspor menurun, akibatnya penerimaan kita juga akan menurun. Sementara inflasinya tetap tinggi, harga-harga tetap tinggi. Hal iniĀ  akan menyebabkan gap yang sangat besar antara penerimaan dan pengeluaran. Ini bahaya yang kita perlu waspadai," jelasnya.[]

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Bayu Muhardianto

Bagikan Artikel: