Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Inggris Terancam Lumpuh, Pekerja Kereta Api Tahu Penyebabnya, Mohon Didengar

Inggris Terancam Lumpuh, Pekerja Kereta Api Tahu Penyebabnya, Mohon Didengar Kredit Foto: Reuters/Kevin Coombs
Warta Ekonomi, London -

Inggris terancam lumpuh. Ini menyusul aksi mogok puluhan ribu pekerja kereta api, selama tiga hari dalam pekan ini.

Para pekerja jaringan kereta api (KA) Inggris ini memulai mogok kerja terbesar selama lebih dari 30 tahun di negara itu, Selasa (21/6/2022), waktu setempat. Mereka menuntut kenaikan upah, demi mengimbangi inflasi di Inggris, yang mencapai level tertinggi dalam 40 tahun, dan masih akan terus naik.

Baca Juga: Inggris Minat Danai Proyek Pengembangan MRT Jakarta Rp22,8 Triliun

Seperti dilansir AFP, kemarin, pembicaraan terakhir untuk mencegah aksi mogok kerja itu mencapai jalan buntu pada Senin (20/6) waktu setempat. Artinya, lebih dari 50.000 anggota Serikat Pekerja Kereta Api, Maritim dan Transportasi Nasional (RMT) akan melakukan walkout dari tempat kerja mereka selama tiga hari pada pekan ini.

Sekretaris Jenderal RMT, Mick Lynch menyebut, adanya tawaran kenaikan gaji yang ‘tidak bisa diterima’ operator kereta bawah tanah dan London Underground yang mengelola jaringan Tube di ibu kota London.

Menteri Transportasi Inggris, Grant Shapps menyatakan, Pemerintah melakukan semua hal yang bisa dilakukan, untuk meminimalisir gangguan massal yang diperkirakan terjadi akibat aksi mogok kerja itu.

Diperkirakan, sekitar 20 persen layanan yang direncanakan akan beroperasi. “Fokus pada para pekerja kunci, pusat-pusat populasi utama dan rute-rute kereta barang yang penting,” sebut Shapps dalam pernyataan kepada Parlemen Inggris, Senin (20/6) waktu setempat.

Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, dengan tegas menolak permintaan kenaikan upah para pekerja. Dia justru memberi izin pada perusahaan penyedia jasa untuk menyewa pekerja non tetap, mengisi posisi yang kosong akibat aksi mogok ini.

Menyikapi hal ini, RMT menyebut, langkah Johnson sebagai tidak aman dan berisiko melanggar aturan internasional tenaga kerja.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: