Kepala BKKBN: Pangan Beralkohol Berpotensi Sebabkan Infertilitas, Bukan Air Galon
"Penurunan angka kelahiran ini memperlambat laju pertumbuhan penduduk dan berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur sehingga meningkatkan standar hidup masyarakat," ungkapnya.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan BKKBN untuk bisa menurunkan angka kelahiran itu adalah dengan memberikan layanan secara masif sampai di tingkat bidan. Dalam hal ini, obat BKKBN itu digratiskan untuk semua masyarakat dan tidak perlu harus menjadi anggota BPJS.
Baca Juga: Wacana Cuti Ibu Hamil jadi Enan Bulan, Ini Sikap BKKBN
"Tapi, semua yang memang perlu dilayani diberikan secara gratis baik obat KB, susuk, suntik, operasi steril untuk baik vasektomi untuk pria dan tubektomi untuk wanita," ucapnya.
Dia mengutarakan ukuran kesadaran pasangan usia subur yang memakai alat kontrasepsi di Indonesia juga sudah relatif tinggi, mencapai 57%. Sementara yang menggunakan KB alami sekitar 7%. "Orang-orang ini umumnya yang berpendidikan tinggi, jadi bisa mengatur masa suburnya juga," tukasnya.
Adapun, daerah-daerah yang total fertility rate-nya rendah mendekati 2,0-2,1 adalah Yogyakarta, Bali, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. Hasto mengatakan itu karena kesadaran untuk memakai alat kontrasepsi di daerah-daerah ini sudah tinggi.
Baca Juga: Kasus Stunting di Garut Masih Tinggi, BKKBN Jabar Turun Tangan
Sebelumnya, Hasto mengatakan diperlukan penelitian antar-center untuk benar-benar membuktikan bahwa air kemasan galon guna ulang bisa menyebabkan infertilitas atau gangguan kesuburan pada sistem reproduksi pria dan wanita. Menurutnya, jika informasinya masih terlalu dini dan belum berbasis bukti yang kuat, maka perlu berhati-hati untuk menyampaikannya ke publik.
"Itu masih butuh riset multicenter saya kira agar menjadi bukti yang kuat," ucapnya.
Dia mengatakan informasi itu perlu melihat dari senter pendidikan di UGM, UNAIR, UI, ditambah di Singapura, Amerika Serikat, dan di negara-negara lain. "Setelah itu baru hasilnya dipadukan dan dilihat seperti apa kesimpulannya. Kalau baru info awal dan belum berbasis bukti yang level of evidence-nya kuat, itu harus hati-hati," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas